Mohon tunggu...
Totok Siswantara
Totok Siswantara Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis, memuliakan tanaman dan berbagi kasih dengan hewan

Pembaca semangat zaman dan ikhlas memeluk takdir

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Koalisi Gemuk, Kecoa Pembangunan dan Pikiran (Tak) Sehat Politisi

23 Agustus 2023   09:19 Diperbarui: 23 Agustus 2023   09:39 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
WS Rendra (dok  KOMPAS.com/EDDY HASBI)

Koalisi Gemuk, Kecoa Pembangunan dan Pikiran (tak) Sehat Politisi

Untuk kesekian kalinya pengelola Kompasiana mengetengahkan topik pilihan terkait dengan koalisi pemilu 2024. Tingkah polah pentolan parpol dalam berkoalisi di mata publik sudah dalam taraf menjemukan. Karena hasrat koalisi itu sejatinya kurang berarti dalam ekosistem demokrasi di tanah air. Koalisi gemuk atau langsing, semuanya tidak berbasis kepada ideologi. Juga bukan karena adanya kesamaan platform pembangunan. Koalisi terjadi hanya libido politik semata.

Gemuknya koalisi tidak menjamin kemenangan Pilpres 2024. Apalagi beberapa parpol kondisi sebenarnya ibarat lokomotif yang menarik gerbong kosong yang nyaring bunyinya. Karena koalisi pentolan partai tidak diikuti oleh basis massanya. Bahkan basis massa beberapa parpol terang terangan melakukan deklarasi mendukung capres yang berbeda dengan pentolan partainya. Fenomena basis massa di daerah yang aspirasinya berseberangan dengan pentolan partai sudah barang tentu tidak mendapat liputan media mainstream. Juga tidak menjadi faktor penting bagi tukang survei yang tengah getol menjual ramalan dan angka-angka elektabilitas yang sudah digoreng.

Kasak-kusuk berkoalisi menyebabkan pentolan partai melupakan pentingnya membangun kualitas demokrasi dan tahapan pemilu. Mestinya konsentrasi utama parpol adalah bagaimana membangun kepercayaan publik dengan cara marketing politik yang sehat dan tepat. Terhadap para caleg yang akan bertarung dalam pemilu 2024 perlu ditekankan jangan hanya bersandar kepada efek ekor jas. Konsolidasi demokrasi di negeri ini sulit terwujud karena setiap pemilu masih dilanda dengan polusi efek ekor jas. Indikasinya adalah banjir poster dan baliho dengan foto-foto narsistik yang sebenarnya secara psikologis pemilih tidak berpengaruh signifikan.

Mestinya partai politik belanja sebanyak-banyaknya pikiran sehat sebagai amunisi untuk berkoalisi dengan rakyat. Semakin banyak pemilih pemilu 2024 yang menunggu kehadiran pikiran sehat dan gagasan-gagasan yang cemerlang. Rakyat menunggu konsepsi haluan negara dari para capres yang akan bertarung.


Meminjam makna dalam puisinya WS Rendra, konsepsi itu bukan sekedar "kecoa pembangunan". Rakyat tidak sudi lagi pembangunan bangsa dilakukan dengan cara ngelantur ngawur, rezim yang keranjingan utang yang dijadikan bancakan kroni namun dianggap utang bangsa, pertumbuhan ekonomi tidak bermutu, suara publik dibungkam agar sang pendusta berkuasa. Puisi Kecoa Pembangunan di bawah ini masih relevan dengan kondisi bangsa saat ini, puisi itu patut diresapi oleh kita semua, termasuk para politisi yang akan bertarung dalam Pemilu 2024.

KECOA PEMBANGUNAN

Kecoa Pembangunan....

Salah dagang banyak hutang.......

Tata bukunya di tulis di awan...

Tata ekonominya ilmu bintang..

kecoa...kecoa...ke...co...a.....

Dengan senjata monopoli

Menjadi pencuri....

kecoa...kecoa... ke...co...a....

Dilindungi kekuasaan...

Merampok negeri ini....

Kecoa...kecoa...ke...co...a...

Ngimpi nglindur disangka pertumbuhan...

Hutang pribadi dianggap hutang bangsa...

Suara dibungkam agar dosa berkuasa...

Kecoa....kecoa... ke...co...a...

Stabilitas, stabilitas katanya...

Gangsir bank...

Gangsir bank, kenyataannya....

Kecoa...kecoa...ke...co...a...

Keamanan, ketenangan katanya...

Marsinah terbunuh, petani digusur, kenyataannya....

Kecoa Pembangunan,

Kecoa bangsa dan negara

Lebih berbahaya ketimbang raja singa

Lebih berbahaya ketimbang pelacuran

Kabut gelap masa depan,

Kemarau panjang bagi harapan

Kecoa...kecoa... ke...co...a....

Ngakunya konglomerat

Nyatanya macan kandang....

Ngakunya bisa dagang,

Nyatanya banyak hutang

Kecoa...kecoa...ke..co...a...

Paspornya empat,

Kata buku dua versi...

Katanya pemerataan,

Nyatanya monopoli

kecoa...kecoa...ke...co..a...

(Karya W.S RENDRA)

Thomas Paine ( sumber gambar : hti.osu.edu )
Thomas Paine ( sumber gambar : hti.osu.edu )

Segenap bangsa, utamanya pengurus parpol perlu bertanya lewat sejarah kepada guru besar dunia tentang pikiran sehat, yakni Thomas Paine. Karena Common Sense atau pikiran sehat sekarang begitu langka dan semakin menghilang pada diri bangsa ini.

Thomas Paine sosok yang dijuluki "puntung berapi" bangsa Amerika merupakan pemikir terbesar pikiran sehat suatu bangsa sejak tahun 1770. Paine adalah sosok belia ajaib, seorang penulis pamflet terbesar, seorang agitator budiman dan provokator putih yang menjadi inspirator utama jalannya Revolusi Amerika. Bukunya yang berupa pamflet setebal 47 halaman yang berjudul Common Sense diterbitkan pada tanggal 10 Januari 1776 dan langsung meledak di seantero koloni Inggris.

Belum ada buku dalam sejarah yang memiliki pengaruh begitu cepat dan dahsyat seperti buku Common Sense. Buku ini seperti serunai sangkakala yang memanggil kaum revolusioner untuk bangkit memperjuangkan kemerdekaan Amerika dari penjajahan Inggris. Dalam buku ini Paine telah menjelaskan bahwa revolusi adalah satu-satunya jalan untuk menyelesaikan persengketaan Amerika dan Inggris di bawah raja George III. Buku Paine juga telah menampar keras kaum Tory yang telah menunjukkan kesetiaannya kepada Raja Inggris. Mereka itu antara lain George Washington, Benyamin Franklin, dan Thomas Jefferson untuk merubah pondasi pikiranya tentang kemerdekaan Amerika.

Indonesia sekarang ini membutuhkan puntung berapi dari kaum muda untuk melakukan revolusi mental yang sejati. Bukan program revolusi mental dagelan yang menjadi jargon rezim yang segera berlalu.

Lupakan dagelan koalisi 2024 yang tidak lucu lagi. Agenda penting bagi bangsa adalah mencetak legislator yang berpredikat politisi cendekia. Pilihlah mereka karena integritas pribadi dan jejak intelektualitasnya. Tak bisa dipungkiri lagi, bahwa marketing telah menjadi subjek menarik di dunia politik. Ada baiknya usaha marketing politik didasari dengan premis Donald B Calne dalam bukunya yang berjudul "Within Reason : Rationality and Human Behavior". Marketing bisnis dan politik bisa dikatakan sebangun. Sama-sama secara permanen melibatkan akal, perasaan dan hakikat keadilan sosial.

Perbedaan mendasar antara perasaan dan akal adalah perasaan akan menghasilkan tindakan, sedangkan akal akan menghasilkan sebuah kesimpulan. Keputusan konstituen untuk memilih didominasi oleh perasaan bukan karena dagelan koalisi.

Selama ini para politisi cenderung menekankan politik uang yang dibungkus dengan aksi filantropi sebagai titik berat marketing politiknya. Namun aksi filantropis tersebut menjadi kurang efektif lantaran kurang berhasil mendefinisikan dengan jelas identitas uniknya dan memperkuatnya dengan integritas yang otentik untuk membangun citra yang kuat. (TS)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun