Babad Onje: Karanglewas Bukan Kadipaten, Melainkan Cabang Administratif Pasca-Silep Onje
Oleh: Toto Endargo
Di lembah Sungai Klawing, sejarah Onje mencatat perubahan besar ketika babad menulis kalimat pendek namun tajam:
"...ingkang punika silep Kabupaten ing Onje."
Dengan satu kata silep, status kadipaten Onje hilang. Namun cerita tidak berhenti di situ. Sebuah pusat baru dibentuk di Karanglewas, bukan sebagai kadipaten penuh, melainkan cabang administrasi untuk mengelola Onje dan wilayah sekitarnya.
Tidak Ada Jejak Kadipaten
Hingga kini, Karanglewas tidak menyimpan situs khas kadipaten:
- Tidak ditemukan alun-alun sebagai pusat ruang publik.
- Tidak ada masjid agung yang biasa berdampingan dengan alun-alun.
- Toponimi seperti Pungkuran, Brubahan, dan Kauman hanya menunjukkan bekas permukiman pejabat dan aktivitas administratif, bukan pusat kekuasaan penuh.
Hal ini menandakan Karanglewas sejak awal bukanlah kadipaten, melainkan titik pengelolaan wilayah.
Jalur Pamerden--Karanglewas--Purbalingga
Setelah silep, naskah menyebut pejabat-pejabat baru yang memegang Onje:
- Ngabehi Dhenok (Dipayuda I) -- dari Pamerden.
- Ngabehi Gabug (Dipayuda II) -- juga dari Pamerden.
- Ngabehi Cakrayuda -- dari Toyamas/Banyumas.
- Ngabehi Dipayuda III/Arsayuda -- dari Pagendholan, menantu Tumenggung Yudanegara III.
Pada masa inilah Karanglewas muncul sebagai cabang administrasi. Dari Dhenok hingga Arsayuda, struktur kekuasaan bergerak di antara Pamerden, Karanglewas, dan Pagendholan.
Akhirnya, pusat pemerintahan bergeser ke Purbalingga, yang memiliki lokasi strategis di lembah utama dan berkembang menjadi pusat baru wilayah ini.
Politik di Balik Pergeseran
Langkah membentuk cabang di Karanglewas memperlihatkan strategi politik pasca-Perang Trunajaya dan konflik suksesi:
- Menghapus pusat lama:Â Onje sebagai kadipaten dilebur untuk mencegah munculnya kekuatan baru berbasis Pajang.
- Mengawasi wilayah barat:Â Pamerden dan Karanglewas menjadi simpul kontrol langsung dari pusat Mataram.
- Mempersiapkan transisi: Dari struktur cabang ini kemudian lahir pusat permanen di Purbalingga.
Karanglewas, dengan demikian, adalah tahap antara: bukan kadipaten, tetapi bukan sekadar desa. Sebuah "kantor wilayah" pada masanya.
Onje Menjadi Desa Perdikan
Perubahan ini sekaligus menandai turunnya Onje menjadi desa perdikan kecil, hanya Onje Pekauman. Dari 200 mardika di masa Pajang, jumlahnya menyusut menjadi tigang lawe (75 KK) di era Amangkurat I. Setelah silep, Onje tidak lagi memiliki adipati, hanya perangkat lokal di bawah Ngabehi-Ngabehi yang diangkat dari luar.
Lembah Klawing, Jejak Kekuasaan
Perjalanan Onje dan Karanglewas mencerminkan dinamika kekuasaan Jawa bagian barat pasca-1700:
Kadipaten Onje (Ore-ore, Pajang)
Depopulasi (Amangkurat I)
Silep Kadipaten (Pasca-Pakubuwana I)
Pengawasan Pamerden--Karanglewas (Dipayuda I--III)
Integrasi ke Purbalingga
Baca juga: Onje Lahir dari Laku Kiyai Tepus Rumput dan Titah Sultan
Politik yang Mengubah Peta
Karanglewas mungkin tidak meninggalkan alun-alun atau masjid agung, tetapi ia menyimpan jejak politik. Ia adalah tanda bagaimana Mataram membongkar kadipaten lama dan membangun struktur baru demi mempertahankan kendali.
Di antara Sungai Klawing dan lereng Gunung Slamet, sejarah ini masih terpatri bukan dalam bangunan megah, tetapi dalam toponimi kecil dan naskah babad yang menyebut satu kata penting: silep. ===
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI