Undang Undang Nomor 32 Tahun 2024 adalah UU Perubahan dari Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990, di dalam Undang Undang ini terdapat tiga pilar, yakni perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawasan sumber alam hayati dan ekosistem serta pelestarian alam kawasan konservasi.
Undang Undang Nomor 32 Tahun 2024, berbunyi lebih keras bagi para pelanggar,ini akan menjadi efek jera bagi pribadi maupun korporasi,seperti penjualan satwa illegal denda maksimal mencapai Rp 7,5 milyar.Korporasi yang melakukan pelanggaran tak luput dari hukuman, bahkan denda bagi korporasi bisa mencapai lima puluh milyar rupiah.
Mendukung upaya pemerintah dengan sanksi yang lebih tegas,apalagi jika korpotasi tersebut secara secara nyata,melakukan tindak pidana konservasi sumber daya alam dan ekosistemya,korporasi mendapatkan hukuman denda milyaran rupiah, plus ancamam pembubaran bagi perusahaan yang nakal.
Orangutan akan terus terancam, bila adanya konsesi pertambangan dan perkebunan,akan menjadi mubazir serta kesia-siaan memiliki payung hukum, diatas kertas kuat namun dalam praktek dilapangan,akan tumpul dan hanya hukuman yang tak memberikan efek jera.
Menurut Guru Besar Bidang Parasitologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada dan pengamat satwa liar, Prof. Dr. drh. Raden Wisnu Nurcahyo, bagi pelaku pelanggaran sangat mungkin agar denda ditambah, hukuman penjara makin berat dan integritas petugas yang tak mau disuap.
Perlu juga membangun kesadaran kolektif,menjaga orangutan sebagai warisan bangsa.Upaya yang dilakukan agar orangutan tetap lestari,mencegah kerusakan ekosistem lebih masif, serta menyediakan lebih banyak lagi tempat tempat konservasi bagi orangutan.
Meminimalkan Konflik Manusia-Satwa Liar
Pertempuran perebutan wilayah hutan antara manusia dan orangutan kerap terjadi,meski bernama orangutan dan bertahun tahun berada di pedalaman hutan,ketika berhadapan dengan manusia, hewan primata ini pastinya akan tersisih. Cerita tentang jual beli illegal orangutan sudah menjadi. rahasia umum.
Nasib apes orangutan kian bertambah,karena hutan primer yang selama ini menjadi rumah bagi orangutan makin menciut, manusia dengan segala akal dan pikiran yang menyertainya, hilangnya tutupan hutan secara brutal membuka konflik manusia dan satwa liar.
Data Kementerian Kehutanan Republik Indonesia,menyebutkan di tahun 2024,luas lahan berhutan Indonesia mencapai 95,5 juta hektare, atau 51,1% dari luas daratan.Namun yang membuat hati gundah adalah, angka deforestasi hutan mencapai 174,5 ribu hektar, hutan yang beraneka flora dan fauna,digantikan hutan untuk tanaman industri juga kelapa sawit.
Tentu posisi orangutan kian terhimpit, kalau pun ada konflik orangutan berada di posisi kalah dan tetap saja kalah. Populasi manusia dalam 70 tahun terakhir, mengalami pertumbuhan signifikan, ditahun 1952 jumlah penduduk sekitar 5,2 milyar, sedangkan tahun 2025 jumlah penduduk tembus di angka 8,23 milyar.