Mohon tunggu...
Topeng
Topeng Mohon Tunggu... -

Seorang Pria Bertopeng, suka berteman dan cinta damai....\r\nsalam tertawa bahagia ... hahahahahahahahahahahahahahaha...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Makna Puasa (2): Kedamaian di Hati, Menuju “Negeri Kedamaian”

20 Juli 2011   04:40 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:32 355
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Lantas, apa kaitannya dengan puasa ? Hahahahahahaha... bagi mereka yang mau melanjutkan tulisan yang kemarin, silakan baca tulisan berikut ini. Sehubungan ada yang protes karena nanti akan menjadi tulisan bak Cinta Fitri yang panjang berseri, maka kali ini terpaksa dibuat cukup panjang sekali. Harap maklum. Hahahahahahahahahaha....

Puasa adalah salah satu jalan agar manusia dapat terlatih dalam menahan diri. Agar manusia terbiasa mampu menahan beban "derita" untuk sementara waktu demi kebahagiaan di hari mendatang. Agar manusia terlatih dalam menghadapi berbagai bentuk godaan berupa kesenangan yang sesaat, namun berakibat pada kesengsaraan di hari kemudian. Agar manusia dapat terhindar dari akibat kelemahan dirinya, hingga terjerembab dalam perbuatan dosa.

Tuhan mencontohkan kisah Adam yang tak tahan menahan godaan untuk menikmati kesenangan sesaat dalam memakan buah khuldi. Akibatnya, Adam dan pasangannya harus terusir dari surga, alam ideal penuh kesenangan ke alam bumi yang harus memulai perjuangan hidupnya dari nol dengan bersusah payah. Pada kisah lain, Nabi Yusuf mampu menahan godaan dari kesenangan yang sesaat yang dilakukan oleh Zulaikha, seorang perempuan terhormat, istri dari salah seorang pembesar di pemerintahan Mesir.

Itulah, mengapa dalam kehidupan manusia harus ada masa untuk melakukan puasa. Sebuah praktek pelatihan diri yang telah dilakukan oleh para umat terdahulu, jauh sebelum umat Islam lahir. Sebuah masa, dimana manusia dapat melakukan pemeliharaan diri setelah sebagian terbesar waktu sebelumnya disibukkan oleh kehidupan yang serba duniawi.

"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa" (Q.S. 2:183)

Istilah puasa sendiri merupakan terjemahan dari kata shiyam atau shawm dalam bahasa Arab, yang maknanya berarti menahan diri. Yaitu menahan diri dari dorongan atau desakan dalam memenuhi kebutuhan biologis yang menjelma menjadi dorongan "hawa nafsu". Tentu saja, menahan diri pula dari segala dorngan untuk berbuat buruk. Sebuah Hadits Nabi mengatakan,

"Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan palsu dan pengamalannya, dan (tidak meninggalkan) kebodohan (kejahatan)-nya, maka Allah tidak peduli bahwa orang itu tidak makan dan tidak minum (puasa)".

Artinya, bila seseorang menahan lapar dan dahaga, namun tidak dapat menahan diri dari perbuatan buruk, seperti berdusta, melakukan fitnah, menipu, menyakiti orang lain, korupsi, dan seterusnya, maka puasanya dianggap sia-sia belaka di hadapan Tuhan. Hal ini tentu saja amat wajar, karena puasa sejatinya adalah menghadirkan Tuhan dalam kehidupan diri sendiri. Konsekuensi dari keinsafan yang mendalam akan kehadiran Tuhan dalam kehidupan seseorang adalah terbangunnya moralitas yang tinggi, budi pekerti luhur, atau akhlaqul karimah.

Masalah menahan diri juga sangat berkaitan dengan kenyataan bahwa setiap tindakan yang hanya mementingkan diri sendiri (egois), tentu akan berlawanan dengan nilai budi pekerti yang luhur atau akhlaqul karimah, akhlak yang mulia. Egoisme berangkat dari ketidakrelaan seseorang untuk mau mengalah pada orang lain, saat egonya "menderita" walau hanya bersifat sementara. Pada akhirnya, ketidakmampuan dalam menahan egosime inilah asal muasal dari timbulnya berbagai masalah sosial, seperti pertengkaran, pelanggaran hukum, konflik hingga peperangan yang memakan banyak korban.

Betapa sangat pentingnya puasa bagi kehidupan diri seseorang, baik sebagai individu maupun anggota masyarakat, namun tidaklah begitu mudah untuk dilakukan. Orang cenderung untuk menghindari, karena puasa dianggap membatasi kesenangan yang sesaat, atau bahkan terkesan mengajak untuk merasakan "penderitaan". Sebuah ajakan yang enggan dilakukan karena dianggap berlawanan dengan karakter manusia pada umumnya.

Terkait dengan masalah tersebut, maka Tuhan memberikan anjuran yang bersifat persuasif agar manusia mau melakukan puasa. Antara lain, bahwa selama berpuasa pintu rahmat terbuka dengan pelipatgandaan pahala, sebuah ganjaran yang jauh lebih tinggi atas amal baik bila dibandingkan saat dilakukan pada hari-hari biasa. Saat berpuasa, pintu ampunan kian terbuka atas dosa-dosa yang pernah diperbuat selama bulan-bulan sebelumnya. Hingga, saat berpuasa berarti telah mengharamkan diri agar terhindar dari siksa api neraka, kelak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun