Mohon tunggu...
Tony
Tony Mohon Tunggu... Administrasi - Asal dari desa Wangon

Seneng dengerin musik seperti Slip Away dari Shakatak.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hari Terakhir Sang Pejuang

16 Agustus 2021   16:12 Diperbarui: 16 Agustus 2021   16:16 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hari ini Pak Bambang mengenakan baju seragam yang baru. Sambil duduk di teras rumah, Pak Bambang mengenakan kaos kaki dan sepatu baru juga. Barang-barang yang dia kenakan berasal dari toko online yang dibeli oleh Putri, salah satu cucunya yang sangat memperhatikan dirinya. Proses pemilihan seragam juga sedikit memakan waktu. 

Bukan karena Pak Bambang seorang yang pemilih, tetapi barang tersebut harus sesuai dengan kenangannya. Buat Pak Bambang, apa yang dia kenakan sekarang mewakili sejarah yang sudah dia alami dan tidak akan pernah dia lupakan.

Baju seragam pejuang 45. Tidak ada pernak-pernik yang menghias seragamnya, baik nama maupun emblem yang biasa disematkan di sebuah seragam. Polos. Sebab Pak Bambang sadar bahwa secara administratif dia tidak terdaftar sebagai seorang veteran perang. Dan itu tidak menjadi masalah buat Pak Bambang.

Dengan tertatih, Pak Bambang berdiri dibantu tongkatnya sambil membuka pagar rumah. Tempurung lutut kaki sebelah kiri cacat.

"Tunggu dulu, kakek," kata Putri sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil, "Putri pesan ojek dulu ya?"

"Tidak perlu," jawab Pak Bambang, "Lagian setiap bulan sudah biasa berjalan kaki ke lokasi sambil menguatkan kaki kakek yang sakit ini."

"Kunci rumah jangan lupa dibawa ya kek."

"Ada di dalam tas kakek."

"Hati-hati di jalan," Putri memeluk kakeknya, "Jangan lupa setelah pulang sampai di rumah langsung telpon Putri seperti biasa."

"Ya," jawab kakeknya, "Kamu juga harus hati-hati di jalan ya nak."

Lokasi yang dituju oleh Pak Bambang cukup jauh untuk ukuran dia yang sekarang memasuki usia 96 tahun. Sekitar dua kilometer jauhnya. Tetapi setiap bulan pada hari tertentu Pak Bambang selalu semangat menuju ke lokasi itu. 

Sebuah tempat pemakaman umum yang termasuk sudah kuno yang dilestarikan oleh pemerintah daerah setempat dimana di tempat itu bersemayam dua orang sahabat saat masih berumur belasan. Pak Bambang dan dua sahabatnya itu adalah tiga remaja dari sekian banyak pemuda yang ikut menurunkan bendera negara asing di depan Hotel Yamato pada September 1945. 

Para pemuda waktu itu tidak rela ada negara asing yang tidak mengindahkan kemerdekaan Bangsa Indonesia yang sudah diproklamirkan. Kerusuhan akhirnya terjadi dan dua sahabatnya tewas seketika saat menyelamatkan nyawa Pak Bambang dari senjata musuh. Sementara peluru berikutnya mengenai lutut kaki Pak Bambang hingga membuat cacat sampai sekarang. 

Dua kilometer tidak ada artinya guna mengucap rasa syukur dan terima kasih kepada dua almarhum sahabat yang telah memberi peluang untuk hidup lebih lama hingga Pak Bambang dikaruniai anak cucu yang sekarang sudah mapan semua secara finansial.

Seperti biasa, setelah hampir setengah jalan Pak Bambang menggunakan area parkir pertokoan yang ada saat berjalan melintas. Tetapi jalan pintas yang dipikir oleh Pak Bambang sebagai jalan yang aman ternyata bertolak belakang dengan apa yang akan terjadi. Kota besar selalu identik dengan satu penyakit: kriminalitas.

Terdengar satu letusan senjata api. Pak Bambang melihat pada salah satu pojok pertokoan tidak jauh dari tempat dia berdiri sekarang. Kantor kas sebuah bank sedang dirampok. 

Tampak oleh Pak Bambang seorang satpam bank bergumul dengan seorang perampok. Dengan susah payah sambil menyeret salah satu kakinya, Pak Bambang langsung berlindung di samping sebuah mobil sedan berwarna oren yang diparkir di situ.

Tembakan ke dua terdengar menembus kaca jendela mobil sedan oren. Pak Bambang merasa kedua matanya terasa sangat pedih. Sambil berjongkok, Pak Bambang merubah posisi berlindungnya. Tembok pembatas parkir yang cukup tinggi yang ada di samping dilompatinya sebagai tempat berlindungnya yang baru. Lalu seseorang menepuk bahu sebelah kiri Pak Bambang.

"Seperti jaman dulu ya?" Yang menepuk bahu itu berkata kepada Pak Bambang.

"Bau amunisi tercium kembali." Seseorang tiba-tiba berbicara di sebelah kanan Pak Bambang.

Pak Bambang memperhatikan secara bergantian wajah orang-orang yang ada di samping kiri kanannya yang benar-benar sudah dikenal, lalu berkata kepada salah satu dari mereka, "Bukankah kalian sudah..."

"Mati?" Jawab seseorang yang di sebelah kiri, "Kamu benar."

"Hanya orang mati yang bisa melihat orang-orang yang sudah mati," kata seorang yang di sebelah kanan sambil mengarahkan Pak Bambang, "Lihat ke depan."

Pak Bambang berdiri lalu melihat ke depan. Si perampok tampak sudah berhasil diringkus oleh beberapa satpam yang ada di pertokoan itu. Lalu melihat sebuah tongkat jalan miliknya yang tergeletak di samping mobil sedan berwarna oren. 

Di sebelah tongkat tampak oleh Pak Bambang sekujur tubuh yang mengenakan seragam pejuang 45 yang masih baru terkulai dengan kepalanya bersimbah darah. Tubuh yang sudah kaku, matanya mengeluarkan darah karena terkena serpihan kaca jendela mobil.

"Ya Tuhan," Pak Bambang berbicara lirih sambil mengusap lutut kaki kirinya, "Saat melompat tembok tadi aku pikir kakiku sudah sembuh."

"Setelah benar-benar sudah selesai, semuanya akan kembali sempurna." Kata seorang yang di sebelah kiri Pak Bambang.

Mereka bertiga lalu berjalan menuju sebuah cahaya putih yang bersinar kuat di depan mereka. Pak Bambang yang berjalan tanpa dibantu dengan tongkatnya menengok ke belakang untuk terakhir kalinya.

"Tidak perlu menengok ke belakang, tugas kita sudah selesai," kata seorang yang di sebelah kanan sambil menepuk bahu Pak Bambang,  "Hendak diisi dengan apa kemerdekaan yang sudah kita rebut, terserah mereka."

---Tamat---

...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun