Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat dan Praktisi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mengalirdiakunketiga05092020

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Gagal Menjinakkan Attitude Pemain Timnas, STy Tidak Pakai Pedagogi ala Indra, Fakhri, dan Bima?

3 Januari 2023   10:44 Diperbarui: 3 Januari 2023   10:46 689
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bila saya kaitkan dengan teknik, intelegensi, personality, dan speed (TIPS) yang selama ini saya gunakan dalam mengasuh peserta didik baik di Sekolah Formal (SF) atau Sekolah Sepak Bola (SSB) atau Mahasiswa selama puluhan tahun, kognitif=otak, afektif=personality, psikomotor=teknik dan speed.

Tidak akan ada seseorang yang mahir dan mumpuni dalam teknik dan speed bila kognitif dan afektifnya masih gagal alias otak tidak berkembang, sikap dan mentalnya juga terpuruk.

Para pemain Timnas Indonesia yang kini ada di dalam skuat Garuda adalah para pribadi yang kekurangan asupan kognitif dan afektif. Sementara asupan psikomotoriknya pun banyak yang prosesnya salah teori dan praktik karena di didik oleh orang yang salah.

Lihatlah sepak bola akar rumput Indonesia. Berapa ribu pembina dan pelatih sepak bola akar rumput yang tidak memenuhi syarat mendidik, tidak punya ijazah pendidikan formal yang sesuai standar untuk mendidik anak-anak PAUD, tidak memiliki ilmu tentang bagaimana mengajar dan mendidik (pedagogi), tetapi ada di ranah sepak bola akar rumput dan malah untuk bergaya dan gaya-gaya-an.

Lihatlah di mana para pemain Timnas ini di didik di sekolah formal sebelumnya? Apakah mereka benar-benar mengikuti pendidikan dengan benar? Apakah rapor hasil dan ijazah sekolah formal yang mereka dapat hasil perjuangan fakta dalam dunia pendidikan di setiap level dan jenjang? Rata-rata, mereka hanya mendapatkan rapor dan ijazah yang angka-angkanya sekadar formalitas.

Inilah biang kerok mengapa Timnas Indonesia selalu diisi oleh para pemain yang masih bebal. Kognitifnya, afektifnya, psikomotoriknya, gagal terus. Jadi, bila publik sepak bola nasional selalu dibikin jengkel dalam empat laga fase Grup A Piala AFF, yang jengkel pasti tidak memahami benang kusut pendidikan Indonesia yang terus tercecer. Pun benang yang sangat kusut di sepak bola akar rumput hingga Timnas Sepak Bola Indonesia.

Indra, Fakhri, Bima paham pedagogi

Kendati masalah pemain Timnas yang bebal, yaitu sukar mengerti, tidak cepat menanggapi sesuatu (tidak tajam pikiran), bodoh, karena bebal berhubungan dengan aspek kognitif, otak (intelegensi) dan aspek afektif, kepribadian (personality) attitude dan nampaknya STy masih gagal menjadi nakoda Timnas di aspek tersebut, pun kalah oleh tiga pelatih lokal yang saya sebut mau belajar tentang pedagogi.

Tiga pelatih lokal itu adalah Indra Sjafri, Fakhri Husaini, dan Bima Sakti. Mereka abadi menjadi kebanggaan lokal alias local pride yang membawa Timnas Indonesia menjadi raja sepak bola Asia Tenggara di level junior. Dari ketiga pelatih lokal tersebut, Indra Sjafri dua kali membawa Timnas Indonesia juara Piala AFF U-19 dan U-22, yaitu juara Piala AFF U-19 edisi 2013 yang berlangsung di Sidoarjo, Jawa Timur. Ketika itu Timnas Indonesia U-19 era Evan Dimas menaklukkan Vietnam melalui adu penalti di final.

Indra Sjafri kembali membawa Timnas Indonesia juara Piala AFF U-22 edisi 2019 juga menaklukkan Thailand dengan skor 2-1 di final. Ini gelar pertama Timnas Indonesia menjadi juara Piala AFF U-22.

Berikutnya, Fakhri Husaini mencatatkan namanya dalam sejarah setelah mengantarkan Timnas Indonesia U-16 juara Piala AFF U-16 edisi 2018. Dalam laga final, Timnas Indonesia U-16 menaklukkan Vietnam melalui adu penalti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun