Mustahil anak-anak ini memberikan Trofi bagi Indonesia, bila mereka tidak diberikan program pendidikan, pelatihan, dan pembinaan di wadah SSB sejak usia dini. SSB lah yang telah berdarah-darah mendidik, melatih, dan membina anak-anak Timnas Indonesia U-16 memberi prestasi di Indonesia.
Tetapi, dengan kondisi tahun ajaran 2022/2023 ini, nampaknya Nadiem tidak berpikir hal ini akan terjadi dan menjadi masalah besar bagi keberadaan SSB di Indonesia yang bukan saja sebagai kawah candradimukanya lahirnya pemain Timnas Indonesia yang mumpuni, tetapi terbukti andil dan menyumbang pendidikan, pelatihan, dan pembinaan intelegensi dan personality siswa sebagai calon SDM unggul.
Sepak bola menjadi olah raga yang paling digemari oleh rakyat Indonesia pun kini sudah menjelma menjadi industri. Anak-anak Indonesia pun bermimpi menjadi pemain Timnas. Tidak dipungkiri, sepak bola juga menjadi kendaraan politik bagi beberapa pihak. Para pelakunya bisa hidup dari sepak bola. Sepak bola membuka lapangan pekerjaan. Membantu tumbuh kembang UMKM. Para pelakunya juga dimudahkan mendapat pekerjaan dari bekal profesi sebagai pelaku sepak bola. Sepak bola juga sasaran para pengusaha untuk jualan produk. Bukan hanya Klub Liga 1, 2, 3, yang jerseynya ditempeli logo sponsor. Para SSB pun, jerseynya sudah menjamur ditempeli logo sponsor.
Tetapi, ternyata, implementasi Kurikulum Merdeka, malah menjajah waktu sebagian besar siswa di sekolah dari Senin sampai Sabtu. Hari Sabtu pun banyak sekolah yang mewajibkan siswa mengikuti eksul di sekolah.
Kurikulum Merdeka harus bagaimana?
Apakah Kurikulum Merdeka memang diciptakan agar siswa waktunya habis di sekolah?
Dalam sebuah Workshop Implementasi Kurikulum Merdeka di Probolinggo, Sabtu (6/8/2022) yang disiarkan oleh salah satu media online. Pembicara H Saiful Bahri, SP.d., M.Pd. di Graha Ahmad Dahlan Kantor PDM Kota Probolinggo. Peserta sebanyak 120 guru dari 6 sekolah (4 sekolah dasar dan menengah, serta 2 sekolah menengah kejuruan. Peserta mendapat pembekalan IKM (Implementasi Kurikulum Merdeka).
Ringkas kisah Syaiful sampai menyampaikan "Merdeka belajar ya merdeka mengajar sungguhan, walaupun ditambah muatan khusus sekolah. Janganlah kita berlomba-lomba menahan anak di sekolah sampai larut malam. Penglihatannya semakin buram," ujarnya menggambarkan siswa bisa terjajah karena Kurikulum Merdeka ini.
Sementara di media lain, saya dapati kisah yang terjadi di daerah lain. Ada narasi yang berbunyi: Kata merdeka seolah menjadi polemik bagi guru-guru karena tidak adanya sosialiasi secara lansung. Guru- guru hanya disuguhkan beragai macam link yang dapat digunakan untuk mempelajari kurikulum Merdeka Belajar tersebut dan diminta untuk bisa belajar secara mandiri.
Dari dua contoh informasi tersebut, bagaimana kalau kita selami lebih dalam kondisi sekolah yang menggunakan Kurikulim Merdeka di tahun ajaran 2022/2023 ini?
Imbas Kurikulum Merdeka bagi kegiatan minat dan bakat siswa di luar sekolah sudah menjadi gangguan. Sementara di dalam sekolah sendiri para gurunya pun belum semuanya paham Kurikulum Merdeka. Lalu, bagaimana nasib anak-anak yang waktunya terpenjara lebih lama di sekolah?