Bila kemudian ada yang bertanya siapa di balik perintah kepada hakim untuk memangkas hukuman sampai 6 tahun, tentu mencari jawabnya tidak sulit. Siapa di balik ini yang berkepentingan, juga mudah dicerna arahnya. Tapi, karena mereka yang sedang pegang kendali, masyarakat bisa berbuat apa?
Lebih miris, Majelis hakim menilai, Pinangki hanya terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi dalam dakwaan kesatu subsider. Terbukti bersalah melakukan pencucian uang dan permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan ketiga subsider.
Dan, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa tersebut dengan pidana penjara selama empat tahun dan denda sebesar Rp 600 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar diganti dengan kurungan selama enam bulan.
Inilah akibatnya, bila tindak korupsi itu dilakukan secara terstruktur dan terprogram, maka siapa pun yang dalam gerbong struktur dan program korupsi itu tertangkap, maka akan ada pihak lain yang saling membela, melindungi, membekingi.
Jadi, korupsi yang sudah mendarah daging di NKRI dan justru dilakukan oleh orang-orang yang sewajibnya menjadi teladan, akan terus menggerus tatanan hukum yang semakin memantapkan dan menegaskan paradigma, hukum tajam ke bawah, dan tumpul ke atas.
Siapa Pinangki, dan siapa yang ada dibelakang dan sekeliling Pinangki, masyarakat pun tahu. Jadi, untung saja, Pinangki masih divonis 4 tahun penjara dan hukumannya dipangkas 6 tahun. Sebab, dalam perlindungan yang ada, sebenarnya hukuman Pinangki bisa saja dipangkas lebih dari 6 tahun, lho? Siapa sih yang sedang berkuasa?