Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat dan Praktisi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mengalirdiakunketiga05092020

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Menebak Kisah di Balik Larangan Mudik, Tak Sekadar Masalah Corona

5 Mei 2021   17:45 Diperbarui: 5 Mei 2021   17:46 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebagai contoh fakta, peraturan larangan mudik baru berlaku pada 6 Mei. Tapi para pemudik yang mencoba pulang sebelum tanggal 6, ternyata banyak yang tidak berhasil lolos dan disuruh putar balik di jalan tol maupun jalan raya jalur mudik karena tidak melakukan test Covid-19 yang juga diperketat masa berlakunya hanya 1x24 jam.

Tetapi lihat di stasiun kereta, bandara, berapa pun jumlah penumpangnya, karena ada syarat naik kereta wajib test Covid-19, maka pemudik via jalur kereta dan bandara dapat melenggang ke kampung halaman. Jalur kereta dan bandara pun mereguk untung. Tidak seperti transportasi darat seperti bus, yang tetap buntung.

Faktanya, tak ada kereta dan pesawat yang dicegat dan diminta putar balik, bukan? Tapi di jalan raya, bus dan kendaraan lain disuruh putar balik sudah jadi pemandangan lazim sejak adanya kebijakan larangan mudik.

Jadi, sepertinya, bisnis test Covid-19 memang jadi primadona memanfaatkan situasi larangan mudik. Bahkan masa berlaku juga diperpendek menjadi 1x24 jam. Juga membuat laku kereta dan pesawat.

Pemudik positif dan negatif berbaur

Di sisi lain, bayangkan, dari jalur moda transportasi ini, antara pemudik yang naik kereta atau pesawat dan sudah test corona dan pemudik yang lolos di jalur jalan raya tanpa test corona, ke mana tujuannya? Sama-sama ke kampung halaman dan akan saling berinteraksi dalam jumlah besar dengan masyarakat asli daerah baik di kampungnya, di pasar atau di mal.

Adanya percampuran para pemudik ini, siapa yang dapat mencegah masyarakat yang negatif dan positif corona tak berbaur?

Kini sudah muncul klaster-klaster baru di daerah, sebab mobilitas masyarakat semakin tinggi dan tak terkendali. Padahal, tanpa mobilitas masyarakat yang mudik saja, sebab bulan ramadhan, sudah bermunculan klaster salat tarawih. Belum lagi pasar dan pusat perbelanjaan di sejumlah daerah, tanpa pemudik saja, penuh sesak oleh pengunjung, apalagi ditambah pemudik yang lolos tanpa test corona.

Yang pasti, atas kondisi yang ada, masyarakat berpikir bahwa ternyata mudik di larang tanggal 6-17 Mei 2021, tapi tak dilarang sebelum dan sesudah tanggal itu, terpenting masyarakat melalukan test corona dulu dan menjadi bisnis terbuka, dapat disimpulkan bisnis test corona hanya libur pada 6-17 Mei untuk masyarakat umum.

Ada pihak di pemerintah yang memanfaatkan

Bila ada pihak yang menyebut bahwa pemerintah sedang kebingungan mengendalikan mobilitas masyarakat jelang Lebaran, bila tolok ukurnya melihat kegelisahan Presiden Jokowi, rasanya bisa benar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun