Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat dan Praktisi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mengalirdiakunketiga05092020

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kerendahan Hati di Tengah Bencana dan Pandemi?

28 Januari 2021   07:37 Diperbarui: 28 Januari 2021   08:21 539
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Tribunnews.com

Kendati di tengah pandemi corona yang terus mengganas serta berbagai bencana alam mendera, ternyata sikap rendah hati di negeri ini semakin menjadi barang mahal dan langka. Padahal, rendah hati artinya tidak sombong, tidak angkuh, bersikap sederhana terhadap peran diri sendiri, tidak melebih-lebihkan dan menganggap lebih hebat dari orang lain.

Siapa di Republik ini golongan orang-orang yang tak rendah hati alias sombong dan angkuh? Bila masyarakat semakin cerdas memahami apa itu rendah hati dan apa itu sombong, akan dengan mudah sekali mengidentifikasi siapa yang sombong dan angkuh di negeri ini, mulai dari para pihak yang memimpin bangsa dan negara hingga rakyat jelatanya.

Meski sifat dan sikap sombong sangat dibenci oleh Allah dan semua makhluk, karena banyak orang-orang bersahabat dan bergaul serta lebih mendengar bisikan setan yang terkutuk, maka orang sombong dan angkuh terus tumbuh subur dari generasi ke generasi.

Secara kasat mata dan umum, orang yang sombong biasanya memiliki hobi merendahkan orang lain, karena dirinya lebih berharta, berkuasa, ada dipihak yang kuat sehingga memanfaatkan posisi dan kedudukan dirinya. Secara fisik, karena merasa cantik, tampan, hebat, berprestasi, dan merasa memiliki berbagai kelebihan lainnya, maka perilakunya jadi angkuh dan sombong.

Dalam agama Islam, sesuai Q.S. Al Isra: 37) menyebutkan,
"...dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung."

Berdasarkan ayat tersebut, dari berbagai pengalaman nyata serta dari berbagai literasi, dapat diidentifikasi, orang-orang yang tak rendah hati alias sombong dan angkuh, memiliki tabiat menghargai diri sendiri secara berlebihan, tidak mau mendengar dan menanggapi saran orang lain alias tak mau diberikan masukan, kritikan, saran, dan nasihat, menolak kebenaran dengan berbagai cara, bersikap kasar, maunya dipuji dan disanjung, dan akan sangat sulit menjaga hubungan baik, hubungan kekeluargaan, persaudaraan, hingga persatuan dan kesatuan, sebab lebih mementingkan kepentingan dan tujuan hidupnya sendiri, sekalipun sedang bertugas menjalankan amanah dan harusnya menjadi panutan-teladan.

Siapa yang tabiatnya seperti demikian di negeri ini? Apakah tabiat seperti itu melekat pada rakyat jelata, rakyat miskin, rakyat marginal yang terpinggirkan?

Sesuai ciri-ciri dari orang yang tak rendah hati alias sombong dan angkuh, sangat mudah dilihat dan dirasakan dalam kehidupan sehari-hari di negeri ini, dan sombong serta angkuh itu melekat pada orang-orang yang memiliki kedudukan dan kekuasaan meski didapat dari suara rakyat yang seharusnya amanah. Lalu, orang-orang yang kaya harta dengan cara mudah hingga tak pernah kaya hati.

Ada juga orang yang tak berkedudukan dan tak sedang berkuasa, juga sedang tak kaya harta, tetapi juga miskin hati, maka mereka juga tetap berperilaku sombong dan angkuh, walau tak ada yang dibanggakan. Maka, untuk golongan orang seperti ini sering ada sebutan " miskin saja sombong, jelek saja belagu" dan lain sebagainya karena meniru dan mencontoh perilaku orang-orang sombong yang sedang berkuasa atau orang sombong yang hanya kaya harta, atau hanya cantik dan tampan, serta lainnya.

Baru berkabung dan mengajak merenung?
Tengok, di tengah pandemi corona yang bisa disebut tak dapat dikendalikan, ada pihak yang baru menyatakan berkabung dan mengajak pihak lain merenung, setelah sang corona mencapai lebih dari 1 juta kasus di +62.

Ke mana saja selama ini pihak yang baru mengucapkan berkabung dan mengajak merenung? Apa artinya ratusan ribu nyawa sebelum mencapai angka melebihi 1 juta kasus? 1 nyawa saja melayang, kita wajib berkabung, turut berduka. Ini kok ucapan berkabung harus menunggu 1 juta lebih nyawa terenggut di tanah nusantara dari virus corona?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun