Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Pengamat dan Praktisi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mengalirdiakunketiga05092020

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kok, Cuma Baca Judul?

25 Oktober 2020   21:11 Diperbarui: 25 Oktober 2020   21:16 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Supartono JW

Setelahnya coba tanyakan kepada yang bersangkutan. Apakah orang secara personal atau anggota grup telah paham isi informasi yang dikirim? Ternyata, jawabnya sama. Mereka ternyata hanya melihat sekilas atau sekadar membaca judul tanpa menyimak isinya sampai tuntas.

Atas kejadian ini, yang kini telah menjadi tradisi dan fenomena baru di masyarakat kita, di tengah terpuruknya masyarakat Indonesia dari barang bernama literasi dan keterampilan berbahasa seseorang, maka sekadar melihat atau cuma membaca judul masyarakat kita dalam menerima informasi yang seharusnya mereka "mamah" demi wawasan dan pengetahuan dirinya, benar-benar perlu perhatian.

Terlebih, masalah cuma membaca judul yang kelihatannya sepele ini, terjadi pada ranah umum, bukan dalam kelas pendidikan. 

Sehingga, sikap malas dan melek baca masyarakat kita menjadi terus terpupuk secara masif. Karena membaca atau tidak, tidak akan kena masalah karena tidak ada ujiannya atau tidak ada sanksinya.

Jadi, dengan fenomena ini, masyarakat Indonesia yang sebagian besar hanya menjadi bangsa "pemakai", tinggal pakai produk asing, tinggal beli, tinggal minta, tinggal ini, tinggal itu, tinggal copypaste, dll, dan terus dimudahkan oleh kemajuan teknologi yang dicipta oleh bangsa dunia, maka kapan masyarakat bangsa ini akan sadar diri, karena segala kekayaan alam Indonesia akhirnya juga akan dikuasai oleh Aseng dan Asing.

Gemas, prihatin

Gemas sekaligus prihatin. Itulah diksi yang saya pilih untuk mendeskripsikan bagaimana kondisi masyarakat kita dalam fenomena ini. Mengapa gemas dan prihatin?

Menurut KBBI, gemas menggambarkan perasaan sangat suka atau cinta bercampur jengkel. Sementara, makna prihatin adalah bersedih hati, waswas, bimbang atas berbagai "kegagalan".

Saya gemas, karena sejak hadirnya media sosial, maka perasaan senang dan suka muncul karana manusia jadi dimudahkan dalam berbagai hal. Namun, saya juga merasakan jengkel, karena banyak manusia yang tidak bijak dalam memanfaatkan media sosial.

Oleh sebab itu, saya jadi terus prihatin, sedih, was-was, bimbang, karena harapan rakyat Indonesia seperti cita-cita pendiri bangsa seperti yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, akan terus menjadi sekadar mimpi.

Seharusnya kehadiran media sosial, khususnya wa, menjadi lebih berguna dalam menumbuhkembangkan tingkat literasi masyarakat Indonesia yang terus terbelakang, seiring sejalan dengan sulitnya pendidikan Indonesia bangkit dari keterpurukan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun