Setiap pagi, ribuan pekerja tumpah ruah di jalan. Ada yang berdesakan di gerbong KRL, menunggu bus kota yang penuh sesak, atau memacu motor melewati kemacetan panjang.Â
Bagi sebagian orang, rutinitas ini tak hanya melelahkan fisik, tapi juga kantong. Ongkos pulang-pergi kerja kerap menggerus gaji hingga membuat dompet terasa kempis sebelum pertengahan bulan.
Pernahkah Anda menghitung berapa rupiah yang dihabiskan hanya untuk pergi dan pulang kerja selama sebulan? Hasilnya mungkin akan mengejutkan, jumlahnya bisa setara, atau bahkan lebih besar, dari pengeluaran pokok lainnya seperti makan dan tagihan rumah tangga.
Ongkos Jalan yang Menguras Dompet
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, pengeluaran transportasi bisa memakan 20–30% gaji pekerja di wilayah perkotaan.Â
Di Jakarta misalnya, pekerja yang menempuh perjalanan Bekasi–Sudirman dengan kombinasi KRL dan TransJakarta rata-rata menghabiskan Rp40.000 per hari. Dalam sebulan (22 hari kerja), totalnya mencapai Rp880.000—belum termasuk biaya ojek online menuju stasiun.
Bagi pengguna kendaraan pribadi, bebannya tak kalah berat. Harga bensin, parkir harian, dan biaya tol bisa membuat ongkos bulanan tembus di atas Rp1,5 juta. Bahkan, beberapa pekerja mengaku ongkos jalan mereka sama dengan cicilan motor atau tagihan listrik tiga bulan.
PP Kerja vs Kebutuhan Lain
Pengalaman saya dulu, kalau dihitung-hitung, ongkos kerja setara biaya makan sekeluarga selama seminggu. Itu juga yang menjadi alasan saya mencari rumah dan pindah tinggal ke daerah yang dekat dengan tempat kerja.
Perbandingan ini bukan sekadar keluhan. Di banyak kasus, ongkos transportasi rutin memang menyaingi—atau bahkan melampaui—pengeluaran kebutuhan rumah tangga lainnya. Akibatnya, porsi gaji untuk tabungan atau hiburan jadi terpangkas.