Seksinya Pilkada, maka meski di tengah pandemi corona dan  berbagai gelombang protes dan desakan agar ditunda, tak menyurutkan langkah Presiden Jokowi yang juga didukung DPR untuk tetap menggelar sesuai jadwal yang telah ditentukan.Padahal banyak juga masukan berdasarkan fakta dari para pakar dan ahli yang bahkan telah dipublikasi di media, bahwa bila  Pilkada di tunda, maka kekosongan jabatan pemimpin daerah akan tetap dapat berjalan sesuai harapan.
Pasalnya, jabatan pemimpin daerah yang lowong, Â justru akan disi oleh pejabat (Pj) atau Pejabat Sementara (PS), atau Pelaksana Tugas (Plt) yang lebih profesional karena akan diangkat dari sosok ASN yang memang sudah memahami tugasnya di pemerintahan selama ini.
Namun, apa yang kini terjadi? Tahapan Pilkada pun terus berlangsung hingga para calon telah mendapatkan nomor urut paslon dan sejak 26 September hingga 5 Desember masa kampanye. Selanjutnya, masa tenang pada 6 sampai 8 Desember, diakhiri pencoblosan pada 9 Desember 2020.
Mengapa Pilkada saya sebut seksi? Seksi di sini bukan dalam artian seperti makna seksi dalam KBBI, namun seksi yang lebih ke arah menarik/daya tarik, sebab Pilkada menjadi gantungan harapan kepentingan "mereka" bukan kepentingan untuk rakyat.
Jadi betapa seksinya Pilkada bagi "mereka", sehingga tetap dijalankan sesuai jadwal dan agenda, karena beberapa alasan, yang yakin sudah hampir dipahami oleh berbagai pihak dan rakyat Indonesia.
Di antaranya adalah Pilkada sarat berbagai kepentingan karena sudah terlanjur keluar "mahar" dari para "pemodal" untuk membiayai calon kepala daerah baik petahana maupun calon baru.
Dapat dibayangkan dalam Pilkada 2020, ada 270 daerah di Indonesia yang menggelar pilkada, namun 200 daerah masih diikuti oleh petahana. Artinya, hanya ada 70 calon pemimpin daerah baru.
Bila Mahfud MD, telah mengungkap bahwa 92 persen calon kepala daerah dibiaya oleh cukong dalam proses Pilkada kali ini, maka ada 248 daerah yang sudah mendapat mahar dari cukong untuk membayar partai politik dan kepentingan proses Pilkada.
Artinya lagi, bukan mustahil bila keputusan Pilkada tak ditunda adalah hasil dari lobi-lobi petahana ke pemangku kebijakan, Presiden dan DPR, termasuk partai politik, agar pilkada tidak ditunda.
92 persen calon yang dibiayai cukong adalah praktik mahar politik dan inilah yang membuat partai politik akhirnya tetap ngotot Pilkada 2020 tetap dilaksanakan karena sudah ada janji terkait mahar yang sudah mengucur.
Memang bila Pilkada ditunda karena alasan corona, kita juga tidak tahu apakah tahun 2021 corona di Indonesia sudah reda.