Mohon tunggu...
Tonny Syiariel
Tonny Syiariel Mohon Tunggu... Lainnya - Travel Management Consultant and Professional Tour Leader

Travel Management Consultant, Professional Tour Leader, Founder of ITLA

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Merindu Pesona Laut di Halmahera

10 Desember 2020   08:18 Diperbarui: 6 Mei 2022   16:40 994
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pulau Pawole, Tobelo- Halmahera Utara. Sumber: koleksi pribadi

Indonesia telah lama diakui sebagai sebuah negara bahari. Bahkan dengan jumlah pulau mencapai 17,508, di mana 16,671 nama-nama pulaunya telah diverifikasi sebuah badan PBB bernama "United Nations Group of Experts on Geographical Names" (UNGEGN) pada tahun 2018 lalu, maka Indonesia pun sangat layak menyandang status sebagai Negara Kepulauan Terbesar di Dunia.

Fakta geografis ini tentu saja sejalan dengan kehidupan sehari-hari penduduknya yang tidak berada jauh dari garis pantai dan laut. Setidaknya, begitulah kehidupan masyarakat di sebagian wilayah Indonesia bagian timur yang masih sangat tergantung pada transportasi laut. Mulai dari Provinsi Maluku, Maluku Utara, hingga Papua Barat.

Lahir dan besar di sebuah kota pesisir di Halmahera Utara membuat masa kecil penulis pun tidak jauh dari pantai dan laut. Dan andaikata dulu sudah ada kelompok bernama. Boleh jadi, "Anak-anak Pantai" adalah sebutan yang pas buat kami.

Tentu saja ada sebabnya. Rumah orang tua penulis sendiri ketika itu, hanya puluhan meter dari bibir pantai. Bisa dibilang tiada hari tanpa ke pantai. 

Mulai pagi hari ketika matahari terbit, siang hari sepulang sekolah, hingga berenang di pantai sampai jelang malam. Bolak-balik ke pantai terus. It's our most favorite playground!

Pulau Kumo, Tobelo - Halmahera Utara. Sumber: koleksi pribadi
Pulau Kumo, Tobelo - Halmahera Utara. Sumber: koleksi pribadi
Pantai Tobelo juga berhadapan dengan banyak pulau-pulau di sekitarnya, seperti Kumo, Kakara, Tagalaya, Rorangane, Pawole dan lain-lain. Pada waktu air pasang surut dan mundur jauh ke laut, pulau terdekat Kumo di seberangnya terasa begitu dekat. Sedangkan pantai pasir hitam yang luas, ketika air surut, kerap menjadi lapangan bola dadakan.

Bermain bola? That's right brother. Kami bermain sepakbola di lapangan pantai. Bisa dibayangkan sang bola kulit itu menjadi kian berat setelah basah. Jatuh bangun di lapangan pasir hitam itu begitu seru. Permainan hanya berakhir ketika lapangan bola makin menyempit seiring air pasang merangkak naik.

Jika tidak bermain bola, acara paling disukai adalah menyusuri garis pantai yang panjang ke utara menuju Tanjung Pilawang. Arah ini otomatis menembus sebuah hutan bakau kecil yang dulu sering dibisiki  berhantu.

Dan kalau ke selatan, mulai dari area pelabuhan hingga sebuah kampung nelayan seakan tidak berujung. Lokasi favorit biasanya di sekitar muara sungai yang dalam sebelum masuk ke laut. Ataupun di sekitar pohon-pohon besar nan rindang yang cabangnya menjulur hingga ke laut.

Dermaga perahu di kampung Dufa-dufa, Tobelo. Sumber: koleksi pribadi
Dermaga perahu di kampung Dufa-dufa, Tobelo. Sumber: koleksi pribadi
Suasana kota kecil Tobelo juga tidak terlupakan. Meskipun sudah pasti berubah saat ini, tapi gambaran masa lalu tidak mungkin terlupakan. 

Ah, dari belakang rumah, kadang balapan lari ke arah pelabuhan dengan melewati kampung dufa-dufa, pasar ikan, hingga tiba di "haven" yang artinya pelabuhan dalam bahasa Belanda. "Ayo, pigi ke haven!" adalah ajakan yang artinya, "Ayo, pergi ke pelabuhan."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun