Seorang pasien Rh(-) yang masih "murni", maka dalam darahnya memang tidak ada Antigen D. Tetapi dia juga tidak memiliki Antibodi d (Anti-D). Karena itu ketika ditransfusi dengan darah bergolongan Rh(+) yang mengandung Antigen D, tidak terjadi reaksi apa-apa: Cross-match lancar, diberikan transfusi juga tidak masalah.
Namun, sekali seorang Rh(-) mendapatkan darah dengan Rh(+), maka orang tersebut akan membentuk Anti-D dalam darahnya. Akibatnya, kalau suatu saat selanjutnya orang tersebut sakit dan harus mendapatkan darah transfusi dengan Rh(+), akan terjadi reaksi: cross-match akan terdeteksi ada reaksi, sehingga tidak boleh diberikan kepada pasien.
Hal lain yang bisa membuat orang dengan Rh(-) tidak murni lagi, adalah ketika hamil dengan janin yang bergolongan Rh(+). Akibat paparan darah janin ke Ibunya, maka Ibu yang ber Rh(-) itu akan membentuk Anti-D. Selanjutnya, kalau nanti Ibu tersebut terpaksa harus menerima transfusi dengan Rh(+), akan terjadi reaksi yang tidak diharapkan.
(Tentang efek terhadap kehamilan, perlu pembahasan tersendiri).
Dengan demikian, tetap saja golongan Rh harus diperiksa agar tidak terjadi risiko, meskipun seandainya tidak ketahuan, dan pasien masih Rh(-) murni memang pada kesempatan transfusi pertama, tidak akan terjadi masalah.
Lantas, kalau benar-benar Rh(-) bagaimana? Tidak ada yang bisa ditransfusikan?
Frekuensi orang dengan RH(-) bervariasi antar wilayah. Di Indonesia memang kebetulan cenderung sedikit. Meski demikian, jangan khawatir. Di banyak daerah, di hampir semua PMI, selalu ada daftar dan perhimpunan para pendonor aktif dengan Rh(-). Merekalah yang selalu baik hati berbagi bila sewaktu-waktu ada pasien yang membutuhkan transfusi dengan Rh(-).
Demikian. Mangga.
@ antara Soetta - Dikti Senayan.