Tanggal 20 Mei 2015 bertepatan dengan Hari Kebangkitan Nasional diisukan akan ada aksi demo besar-besaran untuk “menjatuhkan” presiden Joko Widodo. Beberapa pihak menanggapi isu tersebut dengan santai, cuek, atau bahkan serius terutama bagi mereka yang memang dari awal “Jokowi haters”.
Bagi Jokowi sendiri sebagai obyek demo, malah tenang-tenang saja. “Aku rapopo!”. Bahkan sengaja “menantang” aksi demo dengan mengundang BEM se-Indonesia ke Istana Negara. Dan hasilnya? Ternyata para mahasiswa malah terpesona dengan Jokowi. Entah punya ilmu apa Jokowi sehingga membuat siapa pun yang berhadapan langsung dengannya, luluh.
Jokowi memang jago bernegosiasi. Ingat ketika Jokowi masih menjadi walikota Solo. Saat itu pemda Solo akan memindahkan pasar tradisional ke tempat yang baru. Para pedagangbanyak yang tidak setuju dengan rencana pemindahan itu,dan akan melakukan demo. Lalu bagaimana pemda Solo dalam hal ini walikota Jokowi menyiasatinya? Unik. Dengan mengajak makan semua pedagang pasar dan berdialog, sampai 25 kali. Dan ternyata dari hasil dialog “meja makan”, para pedagang akhirnya mau dipindahkan dengan senang hati tanpa ada demo sedikit pun. Itulah kehebatan Jokowi, menggunakan pendekatan persuasif dan metode “meja makan” daripada menggunakan tindakan represif.
Begitu juga dengan rencana aksi demo menjelang 20 Mei 2015 mendatang, Jokowi menggunakan teknik dialog dengan para mahasiswa di dalam istana pula bukan di jalan raya dengan megafone atau speaker dengan berteriak-teriak, dan justru dari hasil pertemuan itu, salah seorang ketua mahasiswa dari BEM mengatakan bahwa “Inilah bentuk komunikasi yang baik antara seorang pemimpin dengan rakyatnya, semoga di masa mendatang hal ini akan dapat terus dilakukan.”
Dalam dialog tersebut Jokowi mengatakan akan memprioritaskan kebutuhan yang sangat mendesak bagi rakyat dan negara terlebih dahulu secara bertahap. Dan itulah yang melegakan hati para mahasiswa yang diundangnya dan membuat mereka “terpesona”.
Hal yang menjadi catatan bagi seorang pemimpin negara adalah, ketahuilah masalah yang timbul, cari penyebabnya, bicarakan dengan yang bersangkutan secara damai, berikan solusi yang tepat bukan hanya wacana.
Melalui dialog, masyarakat jadi tahu apa yang sebenarnya yang terjadi di negara ini dan menjadi tahu bagaimana cara penyelesaiannya. Jadi tidak asal melakukan demo karena ikut-ikutan saja, dan terlebih lagi ditunggangi oleh kepentingan kelompok tertentu yang tidak suka kepada sosok Jokowi (hanya karena Jokowi adalah “wong ndeso”) yang sampai sekarang masih galau.
Damai itu Indah!