"Nies..! Jawablah.., Jangan diam..! Kemana uang Rp.560 Milliar itu? Itu uang dari pajak rakyat bukan warisan keluarga yang bisa dibelanjakan sesukanya..!!" (Sumber: Twitter Ferdinand Hutahaean)
Tampaknya Ferdinand Hutahaean setelah keluar dari Demokrat benar-benar menjadi mimpi buruk untuk "lawan politik pemerintah." Lawan politik di sini jangan diartikan literal, maksudnya, mereka yang mengambil sikap oposisi, terus mengkritik pemerintah juga dapat diartikan lawan politik.
Saat Komisi Pemberantasan Korupsi berhasil menangkap tangan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, Ferdinand tidak lama-lama berkutat pada isu KPK dilemahkan atau semakin kuat. Ferdinand seperti pemain tunggal langsung menyerang Anies Baswedan.
Serangan Ferdinand adalah perihal isu uang muka penyelenggaraan uang muka balapan Formula E yang tidak jelas dikemanakan. Dalam dua kali skema pembayaran dengan nilai 560 miliar (mohon di koreksi kalo salah) muncul masalah karena formula E batal diselenggarakan karena covid-19.
Beberapa politisi meminta agar uang tersebut ditarik kembali mengingat penyelenggaraannya batal atau Katakanlah ditunda. Tapi sampai hari ini proses tersebut belum dan tampaknya tidak akan dilakukan oleh Anies Baswedan. Inilah yang membuat Ferdinand Hutahaean geram.
Ferdinand menuntut agar Anies Baswedan transparan, ke mana uang sebesar itu diberikan dan kepada siapa. Sampai hari ini Ferdinand tidak berhenti menuntut Anies Baswedan untuk bersikap terbuka pada isu ini. Dibandingkan korupsi yang dilakukan oleh edhy Prabowo, Ferdinand malah merasa indikasi korupsi dalam penyelenggaraan formula E jauh lebih besar.
Ferdinand pun mendorong agar Komisi Pemberantasan Korupsi bergerak pada indikasi korupsi dalam penyelenggaraan formula E tersebut. Di sisi lain korupsi yang dilakukan mantan menteri KKP Edhy Prabowo direspon Menko kemaritiman dan investasi Luhut binsar Panjaitan.
Respon Luhut binsar Panjaitan pun menimbulkan pertanyaan di benak masyarakat. Pertama, Luhut memuji Edhy Prabowo sebagai orang baik dan Ksatria. Tentu pujian ini membuat rakyat geram. Bagaimana mungkin seseorang yang yang melakukan tindak pidana korupsi dikatakan sebagai seorang Ksatria.
Bukankah Korupsi adalah salah satu kejahatan luar biasa. Itu Kenapa korupsi disejajarkan dengan terorisme dan narkoba. Maka pelaku kejahatan korupsi adalah penjahat yang luar biasa juga sesuai dengan golongan kejahatannya.
Kedua, luhut juga meminta agar KPK tidak berlebihan memeriksa kasus yang dialami Edhy Prabowo. KPK pun merespon pernyataan Luhut bahwa tidak ada yang namanya pemeriksaan berlebihan. Semua pemeriksaan dilakukan berdasarkan standar operasional prosedur dan kaitanya dengan penuntasan kasus tersebut.