Mohon tunggu...
Boris Toka Pelawi
Boris Toka Pelawi Mohon Tunggu... Aktor - .

.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ruhut Jenuh pada Fadli Zon dan Nasihat Ferdinand pada Tengku Zulkarnain

24 Oktober 2020   12:54 Diperbarui: 24 Oktober 2020   13:09 2392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar Tribunnews.com

Tapi lebih ke memberi gambaran-gambaran ideal tentang bagaimana seharusnya pemerintahan yang baik itu.

Di sisi lain Ferdinand Hutahaean mantan kader Demokrat terus aktif di Twitter untuk merespon kritik yang dirasa tidak tepat. Seperti baru-baru ini misalnya Ferdinand merespon tweet dari Tengkuzulkarnain.

"Pooling.Pertanyaan: Masih wajibkah kita mendengarkan titah Pemimpin yg "budeg" terhadap aspirasi rakyatnya...? (Boleh tuliskan juga komentar anda)" Tengkuzulkarnain.

Ferdinand pun menanggapi tweet Tengkuzulkarnain ini.

"Zul, yang benar POLLING bukan POOLING. POLL dgn POOL itu sgt beda makna. Yg kedua, pertanyaan sprt ini sungguh tak patut dr seorang ulama kecuali dr tukang sabung ayam. Seorang ulama mestinya meluruskan, menegur yg salah bkn memprovokasi pembangkangan. Zul profesinya sbg apa?" Ferdinand Hutahaean.

Pertama Ferdinand mengoreksi kesalahan tulis dari Tengkuzulkarnain. Kedua Ferdinand mengkritisi tweet yang tak seharusnya diucapkan oleh seorang tokoh agama seperti Tengkuzulkarnain ini.

Saya pribadi merasa kritik Ferdinan adalah wajar mengingat tidak seharusnya kita memprovokasi rakyat. Apalagi sampai berusaha mempersuasi agar masyarakat membangkang pada aturan-aturan pemerintah.

Dalam demokrasi, sepakat untuk sepakat atau sepakat untuk tidak sepakat harusnya sudah menjadi Nature kita sebagai masyarakat. Tidak perlulah kita ngotot karena jalur-jalur lain untuk memprotes pemerintah tidaklah ditutup.

Jalanan, lapangan semua terbuka untuk berdemonstrasi asalkan tidak anarkis juga memperhatikan bahwa saat ini kita sedang dilanda pandemi.

Bahkan jalan hukum pun bisa ditempuh yaitu judicial review ke Mahkamah Konstitusi.Itu adalah lembaga independen yang bisa dimanfaatkan untuk menyampaikan aspirasi sampai membatalkan undang-undang.

Dua contoh kasus yang saya angkat ini masih menggambarkan polemik tentang undang-undang Cipta kerja yang belum bergeser pada inti permasalahan. Yang saya maksud adalah pada isi dari undang-undang tersebut.Saya belum melihat kaum intelektual termasuk mahasiswa membahas isinya dan memperdebatkan pasal-pasalnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun