Mohon tunggu...
Boris Toka Pelawi
Boris Toka Pelawi Mohon Tunggu... Aktor - .

.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Datang Bekerja, Bukan Sekadar Menggugurkan Kewajiban

10 Januari 2019   13:41 Diperbarui: 15 April 2019   15:24 1323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: www.qerja.com

Yah...sudah cukup lama saya tidak menulis topik tentang dunia kerja. Sejak resign dari perusahaan sebelumnya, saya kehilangan sosok, teman juga lingkungan yang biasanya memberikan saya ide serta ilmu lapangan untuk dikembangkan menjadi sebuah tulisan. Memang ada faktor lain yang membuat saya kehilangan minat untuk menulis.

Nanti lain kalilah ceritanya. Untuk menulis artikel ini pun saya harus mengumpulkan banyak energi, tidak seperti dulu, idenya secuil saja bisa diolah menjadi panjang lebar. Sekarang rasanya saya kesulitan mau banyak ngebacot lewat tulisan. Mungkin efek terlalu lama tidak menulis. Entahlah.

Oke segitu saja dulu curhatnya ya...

Kali ini saya mau cerita tentang kejadian yang saya alami beberapa minggu yang lalu. Jadi ceritanya ketika itu pucuk pimpinan di tempat saya bekerja mengumpulkan kami para bawahannya, ya mengmpulkan kami para kacungnya hiks.

Biasalah, evaluasi kinerja yang menurun. Setelah bicara panjang lebar dan tek tok-an dengan kami para bawahannya dia pun mengatakan sebuah kalimat yang menurut saya patut untuk direnungkan. Dia bilang begini, "Kita datang bekerja bukan untuk sekadar menggugurkan kewajiban..."Ibaratnya di sekolah, bukan cuman absen, duduk terus pulang. Sama halnya di tempat kerja, tak sepatutnya kita hanya datang dan menyelesaikan pekerjaan seadanya tanpa perasaan bertanggung jawab terhadap hasilnya.

Itulah kurang lebih yang disampaikan oleh pimpinan kami itu. Tapi saya mau coba ulik-ulik lagi kenapa sih orang bisa datang bekerja cuman sekadar menggugurkan kewajiban. Atau dalam bahasa lainnya yang penting hadir biar gaji gak dipotong.

Dari yang saya amati dan alami, orang cenderung bekerja ala kadarnya kalau dia tak mencintai pekerjaan itu. Nyampe kantor aja sudah syukur banget malah. Bisa juga karena sudah enggak betah dan pengen resign.

Coba perhatikan, orang yang punya niat untuk resign itu kinerjanya cenderung menurun. Makanya kalau kita seorang atasan, kinerja yang menurun ini bisa dijadikan dasar untuk kembali menyemangati bawahan. Biar betah maksudnya.

Atau kalau niat, bisa juga jadi bahan untuk bicara empat mata. Dalam tulisan saya terdahulu, saya pernah cerita bagaimana atasan saya memberikan saya tenggat waktu selama satu minggu untuk saya membuat sebuah keputusan.

ilustrasi Pixabay
ilustrasi Pixabay
Kalau mau mengundurkan diri ya gak apa-apa, silahkan dipikirkan matang-matang. Kalau gak jadi resign yasudah kembalilah fokus bekerja. Atasan saya itu gak mau kalau kinerja saya di perusahaan itu jadi berantakan karena saya galau antara terus bekerja atau berhenti saja.

Lalu bagaimana cara agar datang bekerja bukan sekadar tindakan menggugurkan kewajiban belaka?

Pertama, ingatlah bahwa apa yang kita kerjakan akan kita pertanggung jawabkan bukan hanya pada atasan dan perusahaan, tapi juga pada "bos besar" kita yaitu Tuhan. Kalau perusahaan dan atasan bisa kita kadalin, Tuhan tidak bisa kita bohongin. Dia selalu melihat apa yang kita lakukan, sekalipun di tempat tersembunyi kita tidak bisa lari. Wessssss gayamulah bor-bor, emang kerjamu beres? Hahaha

Yah, terutama sekali kita harus mempertanggung jawabkan hasil kerja kita kepada Tuhan, karena dia sudah mempercayakan sebuah pekerjaan kepada kita. Coba lihat di luar sana, betapa banyak pengangguran yang tidak mendapat kerja.

Maka pertama-tama yang harus dirubah adalah pola pikirnya. Kita harus bersikap profesional dan dewasa, suka tidak suka, kita harus jadi orang yang bisa dipercaya.

Kedua, niatkan untuk memberi yang terbaik sebelum pergi bekerja. Ingat kembali apa tujuan kita bekerja. Delapan jam sehari kita bekerja, plus terjebak macet di perjalanan, kurang lebih dua belas jam dalam sehari kita meninggalkan keluarga. Tak melihat wajah ibu bapak, meninggalkan keluarga, juga banyak melewatkan tumbuh kembang anak (kayak punya anak aja lu hahaha).

Tentu itu semua adalah harga yang harus kita bayar untuk memelihara kehidupan. Cukup banyak yang dikorbankan, waktu, keluarga, hubungan, hingga kesenangan.

Tak inginkah kita membawa pulang hasil yang maksimal? Seperti karir yang lebih baik ke depan serta insentif dan bonus yang lebih besar. Pikirkanlah hal ini tiap kali kita merasa bosan dan mulai terbiasa bekerja seadanya saja.

Tentu masih ada banyak faktor yang bisa membuat kita kembali bergairah. Misalnya, ingin membeli rumah, motor, mobil dan lain sebagainya. Itu kembali kepada kita, hal apa yang bisa membuat semangat kita kembali terbakar untuk all out dalam bekerja.

Secara teknis, agar datang bekerja tak sekadar menggugurkan kewajiban, kita bisa membuat aktivitas harian dalam sebuah catatan. Tujuan lainnya juga agar semua target yang sudah ditentukan dapat tercapai, bahkan terlampaui.

Orang marketing pasti mengerti dan terbiasa dengan kalimat begini, "Kalau jualan gak bagus, target sering gak kecapai, itu kita dianggap beban perusahaan, dianggap orang yang menarik ke bawah pencapaian perusahaan. "Yapss sadis gak? Tapi memang begitu faktanya.

Tentu kita tidak mau dianggap beban perusahaan bukan? Maka marilah kita ubah cara pandang kita terhadap perusahaan. Dan yang paling penting itu action-nya. Belajar praktek dan bukan sekadar berteori serta dipikirkan saja.

(Baca juga:Jangan Takut Dipecat Kalau Kamu Aset Perusahaan)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun