Mohon tunggu...
Ajeng Leodita Anggarani
Ajeng Leodita Anggarani Mohon Tunggu... Lainnya - Karyawan

Belajar untuk menulis. Menulis untuk belajar.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kalender Tahun Baru dari Taji

29 Desember 2022   11:08 Diperbarui: 29 Desember 2022   11:18 315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : https://id.pngtree.com/ dan https://galamedia.pikiran-rakyat.com/

Hujan masih belum berhenti sejak semalam. Gerobak angkringan yang terparkir di beranda rumah jadi ikut-ikutan basah. Romili, pria muda yang baru saja menikah itu adalah pemiliknya. Walaupun hujan berkepanjangan diprediksi akan terus berlanjut hingga awal tahun, Romili tak khawatir. Angkringannya selalu ramai pembeli. Olahan wedang jahe merahnya sudah dikenal di mana-mana. Bahan bakunya dikirim langsung oleh keluarga besarnya di desa.

Pukul 3 sore Romili dan Siti, wanita yang baru 3 bulan dinikahinya itu sudah siap mendorong gerobak ke ruko yang mereka sewa di pinggiran jalan utama. Lokasi strategis juga salah satu alasan angkringannya mudah dijangkau. Tarif sewa satu setengah juta per bulan tidak terlalu memberatkan jika dibandingkan dengan omzet angkringan tiap malam.

Tepat di seberang ruko, ada lampu merah yang menjadi sumber kemacetan sehari-hari. Namun, hal itu justru menjadi ladang rejeki bagi beberapa pedagang asongan. Salah satunya, Taji. Dua tahun belakangan, anak 8 tahun itu membantu ibunya berjualan. Ia menjajakan tissue yang diambil dari agen besar bersama beberapa anak seusianya yang juga sama-sama menjadi tulang punggung keluarga.

Taji kerap mampir ke warung angkringan milik Romili, membeli nasi untuk dia dan ibunya. Anak laki-laki itu tak pernah mengharapkan nasi gratis, ia selalu membayar dengan harga sama seperti pembeli yang lainnya.

"Om Romi, nasi 2, ya." Ucap Taji seraya menyerahkan dua lembar uang pecahan dua ribu dan 2 keping pecahan seribu rupiah.

Romi memperhatikan Raji dari ujung kepala hingga ujung kaki. Raji mengikuti arah pandangan Romili.

"Jaman sudah modern begini, masih aja kamu jualan kalender, Ji. Bilang sama ibumu, kreatif sedikit."

Ucap Romi setelah melihat beberapa gulung kalender yang diselipkan di ketiak kanan Taji.

Tiap awal Desember, selain menjual tissue, anak itu juga selalu menjual kalender tahun baru. Benar apa yang Romili bilang, kalender dalam bentuk fisik tak terlalu diperlukan lagi, orang-orang lebih senang melihat tanggal di jam tangan atau ponsel mereka. Namun, Taji tidak berpikir sejauh itu, yang ada di kepalanya hanya bagaimana ia dan Ibunya tetap makan tiap hari untuk melanjutkan hidup.

Taji buru-buru pamit dari hadapan Romili, jika ia tak segera pergi, laki-laki itu akan semakin sinis padanya. Lagi pula, ibunya pasti juga sudah lapar, sejak pagi belum ada yang mereka konsumsi selain air putih yang dibawa dari rumah.

Pukul 7 malam, angkringan mulai ramai pembeli. Stok nasi kucing bahkan sampai dibuat lebih banyak dari biasanya. Walau sering terlihat kewalahan, namun, Romili dan istri masih belum berpikir akan mencari orang untuk bantu-bantu. Watak Romili ini yang kerap dianggap pelit oleh para tetangga yang awalnya berharap akan diajak bekerja olehnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun