Mohon tunggu...
Ajeng Leodita Anggarani
Ajeng Leodita Anggarani Mohon Tunggu... Lainnya - Karyawan

Belajar untuk menulis. Menulis untuk belajar.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Saya Sebut Kompasiana sebagai Rumah

26 Oktober 2022   18:25 Diperbarui: 26 Oktober 2022   18:48 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

10 Agustus 2011 saya menemukan "rumah" ini.

Berawal dari saran salah seorang teman di jejaring Facebook yang suka membaca fiksi mini yang kerap saya post di status, akhirnya saya kenal dengan Kompasiana. Hobi menulis saya benar-benar tersalurkan. Saya tidak pernah berpikir jika tulisan saya jangkauan pembacanya bisa seluas itu. Dan Kompasiana bisa merealisasikannya.

Ini akun kedua saya, yang baru saya buat di tahun 2019, setelah  akun pertama saya lupa email dan password-nya. Di akun lama, banyak sekali tulisan-tulisan saya yang menggambarkan isi hati saat menuliskannya. Saat senang, sedih, galau, sakit semua saya jadikan bahan tulisan. Ya, saya rasa lebih baik disalurkan di Kompasiana daripada saya galau-galau di status facebook, kan?

Headline (HL)/ Artikel Utama pertama saya di 23 Oktober 2011, tulisan tentang profil Penari Kolong Jatinegara yang saya angkat di sana. link  di sini 

Bagaimana mirisnya kehidupan mereka yang disertai dengan rendahnya impian akan masa depan. Anak-anak SD bukan lagi bermimpi menjadi dokter, insinyur, atau polisi. Mereka sudah menyiapkan mental sejak dini untuk mengikuti jejak pendahulunya, baik itu ibu, tante, kakak, atau bahkan tetangga, sebagai penari kolong. Saya cukup totalitas menuliskan dokumetasi tentang itu, karena memang saya datang ke lokasi dan ngobrol dengan mereka di sana.

Kembali lagi ke blog keroyokan ini. Selayaknya rumah pada umumnya, di dalamnya pastilah ada keluarga. Itu pula yang saya dapatkan di Kompasiana. Saya kenal dengan sosok Tovanno Valentino. Salah satu Kompasianer senior yang memiliki grup kepenulisan yang dinamai Cengengesan Family (CF). Semua yang ada di CF adalah kompasianer yang rajin menulis sesuai minat masing-masing. CF memiliki keunikan tersendiri. Kami benar-benar punya silsilah. Ada yang perannya sebagai Kakek, Nenek, Ayah, Ibu, Om, Tante, Kakak dan Adik. Dan kami saling sapa sesuai dengan perannya masing-masing. Saya terhitung sebagai anak ragil saat masuk ke sana, dan posisi saya sebagai anak dari Tovanno Valentino dan Christie Damayanti. Hal positif yang bisa saya dapatkan di CF adalah, kami dituntut untuk headline. Terutama saya sebagai new comer. Wajib setor HL minimal 1 tiap hari. Berat? Jelas! Sampai nangis? Pasti! Tapi apa saya merasa tersiksa? Tidak! Justru pecutan tersebut yang memberikan motivasi tersendiri untuk pembuktian bahwa tulisan saya memang layak dibaca banyak orang. Produk yang dihasilkan dari CF ini tak hanya dari sisi motivasi menulisnya, loh. Bersama dengan para jajaran team Kompasiana kami membuat komunitas ID KITA Kompasiana. Yakni, sebuah wadah yang berisikan orang-orang yang mendedikasikan diri untuk mengadakan sosialisasi ke sekolah-sekolah tentang Internet Sehat. Di dalamnya bukan lagi hanya anggota CF, melainkan ada pula para orang tua murid, ibu-ibu PKK, sampai anak sekolah. Kami mendapatkan pelatihan sebelumnya kemudian menjadwalkan sosialisasi di lingkungan terdekat. Bahkan, ID KITA Kompasiana pernah membuat event besar yang menghadirkan mantan menteri bapak Tifatul Sembiring dan ibu Dewi Motik. Keren, kan? 

Selain Cengengesan Family, masih banyak komunitas-komunitas yang muncul di antara para pegiat literasi di Kompasiana. Beberapa di antaranya : Fiksiana Community, Desa Rangkat, Planet Kenthir, Canting, dan masih banyak lagi.

Pengalaman lain di kompasiana, saya jadi kenal dengan banyak blogger. Saya seringkali mendapat undangan untuk datang ke event-event untuk membuat dokumentasinya. Benefitnya selain ilmu dan informasi, saya pun dapat makan gratis, bisa berfoto dengan para blogger senior, merchandise, dan masih banyak lagi. Tawaran me-review lokasi-lokasi bisnis yang baru buka pun menjadi pengalaman berharga.

dokpri : Saat jadi bagian dari team ID Kita Kompasiana
dokpri : Saat jadi bagian dari team ID Kita Kompasiana

dokpri : Saat event Indosat bersama para blogger Kompasiana
dokpri : Saat event Indosat bersama para blogger Kompasiana

Hal lain lagi yang saya dapatkan dari Kompasiana adalah masuk Freez, salah satu rubrik yang dicetak setiap Rabu di harian Kompas. Saya nggak tahu sekarang apakah Kompasianer masih diberi kesempatan untuk muncul di kolom Freez atau tidak. Dulu seingat saya 3x tulisan saya masuk freez. Dapat fee? Tentu saja. Jadi, selain kebanggaan karena tulisan saya banyak dibaca orang hingga ke kota-kota lain, pun saya bisa jajan dari hobi menulis ini.

Yang namanya hidup, pasti tak selalu bahagia, ada pula kesedihan yang datang tanpa aba-aba. Tahun-tahun berjalan saya merasakan beberapa kehilangan. Rekan-rekan sesame kompasianer yang pernah temu muka pun hanya sekedar sapa di dunia maya, berpulang. Ada Oma Eny, Bunda Enggar Mudiarsih, om Dian Kelana, dan sederet nama-nama yang cukup saya akrabkan saat masih ada. Al Fatihah untuk beliau-beliau semua yang sudah mendahului kita.

Berbagi cerita tentang menemukan rumah, sudah. Menemukan keluarga, juga sudah. Pencapaian dalam sisi kepenulisan, sudah. Menceritakan tentang kehilangan, sudah. Bagaimana dengan jodoh? Apa ketemu juga di Kompasiana? Jawabannya, iya!

Suami saya adalah seorang laki-laki, pastinya. Salah seorang Kompasianer Bandung  yang menulisnya hanya kadang-kadang. Kami bertemu di Kompasianival tahun 2012. Kami memang sangat berbeda dalam merawat hobi ini. Tapi, itu tidak jadi masalah. Kami tak perlu 1 misi dalam bidang menulis, asalkan dalam berumahtangga berjalan sama-sama untuk 1 tujuan. Sistem yang kami gunakan sejak awal perkenalan hingga akan menginjak ke 10 tahun rumah tangga ini adalah sistem gercep.

  • 2011 kenalan
  • 2013 menikah
  • 2014 lahir anak pertama
  • 2019 lahir anak kedua

Foto saya saat sianival 2012 dokpri
Foto saya saat sianival 2012 dokpri

Setelah menikah saya sempat off lama dari Kompasiana. Banyak hal baru yang saya lakukan setelahnya. Saya bekerja, mengurus rumah tangga, anak, dan lainnya. Makanya saya bisa melupa bagaimana akses masuk ke akun lama. Tapi ini bukan juga karena sibuk, faktor usia juga mendukung lemahnya daya ingat.

Namun, dua tahun belakangan, setelah anak pertama saya sudah besar, saya merindu untuk kembali ke rumah ini. Rumah di mana saya menemukan hal-hal baru yang tak pernah terbayangkan sebelumnya. Sulit dijelaskan apa yang membuat saya rindu. Hanya ada sesuatu yang seakan memanggil saya untuk Kembali dan menetap di sini. Saya takjub, banyak deretan nama-nama lama di Kompasiana yang masih aktif menulis dan merawat rumah ini. Konsistensi mereka menular pada saya. Pada akhirnya saya berpikir, menulis bukan hanya soal benefit berupa materi, tapi ada hal lain yang istimewa, yakni menemukan jati diri.

Selamat ulang tahun, Kompasiana.

Terima kasih sudah menjadi bagian penting dalam hidup saya.

Jaya selalu.

Dari Bekasi yang kalau hujan bikin deg-degan,

Salam Sayang,

Ajeng Leodita 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun