Namun kenyataannya, kebahagiaan sejati justru hadir saat kita bisa bermanfaat bagi orang lain. Seorang guru akan merasa bangga ketika melihat muridnya berhasil.
Seorang tetangga bisa merasa bahagia hanya dengan menolong orang yang kesulitan. Bahkan, memberi senyum tulus saja bisa membuat hidup ini lebih bermakna.
Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman:
"Dan tolong-menolonglah kamu dalam kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan." (QS. Al-Maidah: 2)
Ayat ini menjadi pedoman jelas. Hidup kita bukan hanya tentang mencari nafkah, tetapi juga tentang bagaimana memberi manfaat dan menghindari perbuatan yang merugikan orang lain.
Dari Lahir hingga Meninggal, Semua Butuh Bantuan
Kalau kita renungkan, setiap fase hidup manusia selalu ada campur tangan orang lain:
- Saat lahir -kita ditolong oleh bidan, dokter, atau ibu yang dengan sabar merawat.
- Saat tumbuh -kita dididik oleh guru, ditemani sahabat, dibimbing oleh orang tua.
- Saat bekerja -kita hidup dari transaksi dengan orang lain: petani menanam, pedagang menjual, konsumen membeli.
- Saat tua -kita kembali rapuh dan bergantung pada anak-anak serta keluarga.
- Saat meninggal -kita hanya pasrah, sementara orang lain yang menunaikan kewajiban terakhir.
Semua ini membuktikan, tidak ada manusia yang bisa berdiri sendiri. Kalau hari ini kita merasa bisa, sesungguhnya itu karena ada orang lain yang menopang kita.
Rendah Hati dan Sadar Diri
Kesadaran bahwa manusia saling membutuhkan seharusnya membuat kita rendah hati. Jangan sampai kita merasa hebat hanya karena memiliki ilmu atau harta.
Semua itu tidak ada artinya tanpa dukungan orang lain. Bahkan seorang pemimpin besar pun tak bisa menjalankan tugasnya tanpa rakyat yang mendukung.