Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Masih Adakah Home Sweet Home bagi Keluarga?

30 Juni 2016   10:31 Diperbarui: 30 Juni 2016   14:00 493
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dijaman modern ini,”home sweet home” ,hanya merupakan sebuah dongeng dalam kisah 1001 malam. Makna “rumah sebagai istana” bagi keluarga,sudah sejak lama ditinggalkan ..Mengapa?Karena orang sibuk berpacu berebut rejeki!

Ketika Anak Lebih Merasa Kehilangan  Anjingnya,Daripada Ayah dan Ibunya

Seorang  mahasiswa asal Cina, bertamu kerumah putri kami. Namanya Chin Yau .baru 3 bulan berada di Wollongong,untuk melanjutkan studynya dibidang bisnis. Dalam percakapan ,putri kami bertanya, biasanya selama 3 atau 4 bulan pertama, mahasiswa yang meninggalkan negerinya dan kuliah di Australia, mengalami home sick.  Bagaimana dengan anda Chin Yau? Tanya putri kami.

“Hmm I miss my dog …really “ jawab Chin Yau. Tentu saja,kami sangat kaget mendengarkan jawabannya. Dan ia sama sekali tidak bercanda, Malahan tanpa diminta, ia menjelaskan bahwa di negeri asalnya, kedua orang tuanya sangat sibuk. Pagi berangkat kerja dan pulang malam hari. Bahkan dihari libur ,mereka juga sibuk dengan kunjungan kerja .Sejak kecil ,ia hanya ditemani seekor anjing dirumahnya. Yang menjadi sahabat dan keluarga paling dekat dengan dirinya.

Karena itu, ketika meninggalkan rumah dan kampung halamannya, Chin Yau sama sekali tidak merasakan kehilangan kedua orang tuanya.Walaupun mereka sudah bekerja keras siang malam,agar dapat menyekolahkan dirinya  ke Australia,dengan biaya yang sangat besar.

Sepintas,mungkin kita bisa mengatakan bahwa Chin Yau adalah anak yang tak tahu membalas budi. Namun ia menjawab dengan tulus, bahwa disaat saat berada di Australia, yang paling dirasakannya adalah kehilangan anjingnya. Walaupun bukan berarti ,ia tidak mencintai kedua orang tuanya.

Hidup Berpacu Dengan Waktu

Bagi yang hidup di kota,  terutama di kota kota besar, maka  suka ataupun tidak,kalau mau bertahan hidup ,harus ikut berpacu dengan waktu. Berangkat kerja sebelum matahari terbit dan baru kembali kerumah setelah  matahari terbenam. Tidak jarang terjadi , seorang ayah jarang ada kesempatan untuk bersama sama seluruh anggota keluarganya. Karena sewaktu berangkat kerja, anak anak belum bangun  dan istri sibuk di dapur ,mempersiapkan sarapan untuk suami dan anak anak.

Bahkan cukup banyak suami sarapan di perjalanan menuju ke tempat pekerjaan atau hanya cukup dengan secangkir kopi .

Ketika pulang di malam hari ,anak anak sudah tidur. Hidup dalam ketergesan dan berpacu dengan waktu, menyebabkan secara tanpa sadar ,orang kehlangan kesempatan untuk memanfaatkan moment moment yang sangat berharga bersama keluarga. Bahkan seringkali, ulang tahun istri dan anak anak juga bisa terlupakan, bila tidak ada yang mengingatkannya.

Manusia memang bukan robot, tapi menjalani rutinitas hidup secara berkepanjangan, tanda jedah waktu bagi diri sendiri dan keluarga, sudah tidak lagi beda jauh dengan robot. Karena dalam pikirannya hanya ada:

  1. Bangun subuh
  2. Mandi
  3. Berangkat kerja
  4. Pulang malam
  5. Mandi
  6. Tidur

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun