Berbagi Cuplikan Pengalaman PribadiÂ
Awalnya ada rasa enggan bagi saya untuk membagikan kisah hidup yang sangat pribadi ini. Namun, di sisi lain, secara moral saya merasa wajib menceritakannya agar jangan sampai pengalaman pahit yang pernah saya alami terulang pada orang lain.
Hari ini, tepat 70 tahun yang lalu, sebuah peristiwa besar terjadi dalam hidup saya. Peristiwa yang sampai saat ini masih meninggalkan bekas luka di hati saya.
Malam Itu...
Saat itu nenek saya sedang sakit. Seperti biasa, dokter keluarga kami, Dokter Liem, dipanggil untuk memeriksa beliau. Setelah memeriksa, Dokter Liem pun menuliskan resep obat. Saya yang ditugaskan untuk membelinya di Apotik Kinol, yang cukup terkenal pada masa itu.
Sekitar pukul tujuh malam, saya mengayuh sepeda menuju apotik. Setelah menyerahkan resep, saya diberi nomor antrian: nomor 6. Setengah jam kemudian, terdengar panggilan: "Nomor 6!"
Saya maju, menyerahkan kertas nomor, lalu menerima kantong obat kecil. Setelah membayar, saya segera mengayuh sepeda kembali ke rumah kami di Pulau Karam.
Sesampainya di rumah, bungkusan obat itu saya serahkan kepada kakak perempuan saya, lalu langsung diminumkan kepada nenek kami.
Saat yang Menyayat Hati
Namun, hanya dalam waktu sekitar setengah jam setelah obat diminum, tiba-tiba nenek kami sesak napas. Kami semua panik, berusaha menolong, namun beberapa menit kemudian... nenek mengembuskan napas terakhirnya.
Kami sekeluarga benar-benar syok. Tidak ada yang menyangka obat yang seharusnya membantu justru berujung pada perpisahan yang begitu menyakitkan.
Tetiba, kakak laki-laki saya memanggil saya. Dengan wajah tegang, ia menyodorkan botol obat sambil berkata:
"Coba baca ini... nama siapa yang tertulis di sini?"
Saya membaca cepat, dan jantung saya seakan mau copot. Betapa terkejutnya saya ketika mendapati bahwa nama yang tertulis di botol itu bukan nama nenek kami. Obat itu ternyata untuk pasien lain.
Petugas apotik keliru memasukkan obat, dan saya tidak memeriksa kembali nama yang tertera di botol
Akibatnya nenek kami meninggal....
Rasa Bersalah yang Tak Pernah Hilang
Sejak saat itu, saya dihantui rasa bersalah yang dalam. Walaupun ibu saya berusaha menghibur dengan berkata bahwa itu bukan kesalahan saya, tetap saja saya merasa menjadi bagian dari penyebab wafatnya nenek tercinta.
Sudah tujuh puluh tahun berlalu, tapi setiap kali saya mengingat malam itu, hati saya masih terasa pedih. Saya belum sepenuhnya bisa memaafkan diri sendiri.
Pesan Kehidupan
Saya menuliskan kisah ini bukan untuk membuka luka lama, melainkan sebagai pengingat bagi siapa saja. Bila Anda membeli obat di apotek, periksalah baik-baik nama pasien di botol obat sebelum membawanya pulang.
 Jangan pernah merasa malu atau ragu untuk memastikan ulang, sebab kesalahan sekecil apa pun bisa membawa akibat yang sangat besar.
Semoga pengalaman pahit yang pernah saya alami bisa menjadi pelajaran berharga bagi banyak orang. Saya ingin apa yang menimpa keluarga kami, khususnya nenek saya, tidak pernah dialami oleh orang lain
Ditulis berdasarkan pengalaman pribadiÂ
Tjiptadinta EffendiÂ
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI