atau komentar spontan saat melihat sang istri memperbaiki pagar, "Suaminya ke mana, Mbak? Masa iya Mbak yang kerjakan pekerjaan laki-laki?"
Kata-kata seperti itu bisa menjadi pisau yang menusuk perasaan. Kita mungkin melupakannya sesaat setelah meninggalkan rumah itu, tetapi bagi yang mendengar, kata-kata tersebut bisa terus terngiang dan membuat mereka semakin merasa terpuruk.
Inilah pentingnya menempatkan empati dalam setiap ucapan kita. Menghargai orang lain sama seperti kita ingin dihargai adalah prinsip universal yang berlaku dalam segala situasi.
Kisah Hidup Tidak Pernah Basi
Setiap pengalaman hidup, baik pahit maupun manis, selalu menyimpan pelajaran. Apa yang kita alami hari ini bisa menjadi pengingat, inspirasi, bahkan penghiburan bagi orang lain di masa depan. Tidak ada kisah hidup yang "basi" atau usang, selama kita mampu menarik makna darinya.
Kesalahan kecil dalam ucapan, pengalaman disalahpahami, atau luka hati akibat komentar orang lain, semuanya adalah bagian dari proses belajar. Justru dari situ kita semakin menyadari betapa berharganya menjaga ucapan, menghargai orang lain, dan mengasah kepekaan hati.
Hidup ini tidak diukur dari seberapa sering kita berbicara, melainkan dari seberapa banyak kita menghadirkan ketulusan dalam sikap. Kadang diam lebih baik daripada kata-kata yang menyakiti. Dan yang terpenting, kisah hidup kita --- apa pun bentuknya --- tidak pernah basi, karena selalu ada orang lain yang bisa belajar dari perjalanan kita.
"Ucapan yang lahir dari hati akan sampai ke hati. Tapi ucapan yang salah tempat bisa meninggalkan luka seumur hidup. Maka, bijaksanalah dalam berkata, sebab kata-kata adalah cermin hati kita."
Renungan kecil di malam musim semiÂ
Tjiptadinta EffendiÂ
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI