Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Kompasianer of the Year 2014 - The First Maestro Kompasiana

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kisah Hidup Tidak Pernah Basi

23 September 2025   19:54 Diperbarui: 23 September 2025   19:54 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi pribadi 

Terkadang Diam Jauh Lebih Berharga

Ramah tamah terhadap orang lain tentu merupakan salah satu sifat baik yang patut disyukuri. Menyapa orang dengan kalimat sederhana tetapi tulus, dapat menjadi hiburan yang melegakan hati orang yang berhadapan dengan kita. Bahkan, sapaan kecil bisa menjadi motivasi besar bagi orang lain ketika mereka merasakan ketulusan yang lahir dari hati kita.

Hal-hal yang tampak sepele, jika dilakukan dengan penuh ketulusan, sering kali menjadi perekat hubungan baik antara kita dengan orang lain. Dalam kehidupan sehari-hari, kita akan menemukan banyak contoh nyata yang membuktikan hal ini, baik dari pengalaman pribadi maupun pengalaman orang lain.

Namun, tidak jarang pula kita perlu menyadari bahwa diam justru bisa lebih berharga daripada sepatah kata yang salah tempat. Kata-kata yang tidak dipikirkan matang-matang dapat melukai hati orang lain, walaupun niat kita sebenarnya tidak buruk.

Menghargai Orang Sebagaimana Kita Ingin Dihargai

Setiap orang tentu ingin dihargai, apa pun latar belakang dan kondisi kehidupannya. Karena itu, saat kita berkunjung ke rumah teman atau kerabat, sebaiknya yang kita perhatikan lebih dulu adalah kondisi hati dan perasaan mereka, bukan sekadar menilai keadaan fisiknya.

Jika kita berkunjung ke rumah teman yang kondisi ekonominya cukup memadai, memberi saran seperti menata halaman, menambahkan tirai di teras, atau memperbaiki dekorasi rumah tentu bukan masalah. Mereka justru mungkin merasa senang dengan perhatian yang kita berikan.

Namun, bayangkan bila teman atau kerabat yang kita kunjungi hidup dalam keterbatasan. Kalimat sederhana seperti,

"Wah, pengap benar ya di sini."

"Tidak sumpek tinggal di gang sempit seperti ini?"

atau komentar spontan saat melihat sang istri memperbaiki pagar, "Suaminya ke mana, Mbak? Masa iya Mbak yang kerjakan pekerjaan laki-laki?"

Kata-kata seperti itu bisa menjadi pisau yang menusuk perasaan. Kita mungkin melupakannya sesaat setelah meninggalkan rumah itu, tetapi bagi yang mendengar, kata-kata tersebut bisa terus terngiang dan membuat mereka semakin merasa terpuruk.

Inilah pentingnya menempatkan empati dalam setiap ucapan kita. Menghargai orang lain sama seperti kita ingin dihargai adalah prinsip universal yang berlaku dalam segala situasi.

Kisah Hidup Tidak Pernah Basi

Setiap pengalaman hidup, baik pahit maupun manis, selalu menyimpan pelajaran. Apa yang kita alami hari ini bisa menjadi pengingat, inspirasi, bahkan penghiburan bagi orang lain di masa depan. Tidak ada kisah hidup yang "basi" atau usang, selama kita mampu menarik makna darinya.

Kesalahan kecil dalam ucapan, pengalaman disalahpahami, atau luka hati akibat komentar orang lain, semuanya adalah bagian dari proses belajar. Justru dari situ kita semakin menyadari betapa berharganya menjaga ucapan, menghargai orang lain, dan mengasah kepekaan hati.

Hidup ini tidak diukur dari seberapa sering kita berbicara, melainkan dari seberapa banyak kita menghadirkan ketulusan dalam sikap. Kadang diam lebih baik daripada kata-kata yang menyakiti. Dan yang terpenting, kisah hidup kita --- apa pun bentuknya --- tidak pernah basi, karena selalu ada orang lain yang bisa belajar dari perjalanan kita.

"Ucapan yang lahir dari hati akan sampai ke hati. Tapi ucapan yang salah tempat bisa meninggalkan luka seumur hidup. Maka, bijaksanalah dalam berkata, sebab kata-kata adalah cermin hati kita."

Renungan kecil di malam musim semi 

Tjiptadinta Effendi 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun