Dan seakan mendapatkan kekuatan, sejak hari itu saya didukung sepenuhnya oleh isteri mulai berusaha menata diri.  Saya mulai rajin membaca dan menulis di buku  catatan harian. Dan agar tidak lupa apakah pintu sudah saya kunci atau belum, maka saya tulis ditelapak tangan dengan pulpen "pintu sudah dikunci".
Begitu juga bila ke bank, saya catat nilai nominal check yang akan saya  cairkan ditelapak tangan. Karena awalnya saya catat pada secarik kertas, tapi saat dibutuhkan, saya lupa kertas tersebut saya simpan dimana. Nah, kalau telapak tangan saya tidak mungkin hilang.Â
Begitu sudah sarapan, lagi lagi saya tuliskan ditelapak tangan "sudah sarapan". Kalau orang menyaksikan prilaku saya, mungkin dikira sudah sinting, tapi itulah cara sederhana saya menaklukan sifat pelupa. Kalau lagi waktu senggang, saya buka album foto yang lama dan mulai menyebutkan nama yang ada di foto satu persatu. Â Cara yang mungkin dianggap lucu, tapi bagi saya yang mengalami masa tersebut sungguh merupakan masa masa suram .Â
Saya bersyukur kepada Tuhan dikaruniai isteri yang setia mendampingi saya dalam kondisi labil. Walaupun terkadang emosi saya meledak ledak,tapi isteri saya paham, bahwa saya sedang sakit.Â
Sembuh Total
Setelah latih diri dengan tekun dan didukung oleh isteri tercinta,bersyukur kepada Tuhan,saya sembuh. Inilah cikal bakal,lahirnya hasrat hati untuk belajar teknik penyembuhan reiki,agar dapat membantu orang lain yang sakit dan menderita.Â
Karena itu,dapat dimaklumi mengapa saya mampu bertahan selama hampir 9 tahun terus menulis di Kompasiana,walaupun kesempatan bagi saya untuk meraih penghargaan apapun sudah tertutup,sejak saya menerima penghargaan sebagai Kompasianer of the Year 2014. Â Karena saya menulis,untuk mencegah kepikunan.Menulis bagi saya adalah kebutuhan jiwa. Â Menjadi manusia pelupa itu sungguh sangat menyedihkan sekali. Karena itu saya selalu mengingatkan diri sendiri, agar terus menulis,sesibuk apapun kami
Tjiptadinata Effendi