Kenangan Unik dan Tak Terlupakan
Kalau undangan makan malam bersama sesama orang Indonesia sudah tidak terhitung lagi berapa kalinya. Makan malam bersama orang Australia juga entah sudah berapa ratus kali. Tapi makan malam bersama Komunitas orang asal Afrika, inilah untuk pertama kalinya kami rasakan.Â
Undangan untuk menghadiri Pan African dinner social event sudah kami terima sejak minggu lalu. Biasanya undangan di sini berisi catatan "Please bring a plate and BYO" Artinya, bawalah sepiring makanan dan minuman masing masing.Â
Pada awalnya sempat kami terheran heran, diundang makan kog harus bawa makanan dan minuman sendiri? Tapi setelah mengetahui bahwa hal ini adalah merupakan tradisi di Australia, maka sebagaimana kata peribahasa "Dimana bumi dipijak, disana langit dijunjung" maka kami menerima dengan lapang dada dan mematuhi tradisi ini.Â
Tapi kali ini, dalam undangan dituliskan:
"Please come along dan delight your tastebuds from a great array of African Cuisine prepared by our very own community .A great night of fun and laughter. Everything else is on the house. We will have music anda dancing from various cultures from Africa"
Selama tinggal di Australia kami hampir tidak pernah mengabaikan satupun undangan entah dari siapa dan kemana. Pokoknya kami musti hadir. Karena sudah memahami bilamana kami tidak mau bergaul, maka kami akan menjalani hidup bengong di negeri orang.
Maka kemarin, sesuai undangan sebelum jam 7.00 malam kami sudah hadir dilokasi yang berada di St.Peter Simon di Curambine. Begitu masuk langsung disambut wajah wajah ceria dan mempersilakan kami duduk.
Di meja tempat kami duduk dalam hitungan detik kami sudah saling berkenalan. Pertama dengan John, seorang marinir US Navy  yang pernah ke Surabaya 2 kali. Begitu kenal John langsung bercerita pengalamannya selama berada di Surabaya pada tahun 1993.
Ceritanya, saat berkunjung ke salah satu mall di malam hari ia melihat ada restoran "All you can eat". Wah  senang banget hatinya karena memang sudah lapar. Tapi dalam dompet  cuma ada uang 50 dolar. Saat dipersilahkan masuk John bilang pada si mbak bahwa uangnya cuma 50 dolar. Tapi kata si mbak sudah cukup .
Maka ia masuk dan makan sepuasnya  dan ternyata menurut John ketika ia menyerahkan 50 dolar.eee masih ada kembaliannya. Tapi saking senangnya ia mengatakan "tidak usah dikembalikan" Wah, si mbak senang banget cerita John sambil tertawa ceria. Sejak malam itu, selama Kapalnya masih bersandar di pelabuhan Tanjung Perak di Surabaya John setiap malam datang untuk "all you can eat" dengan "hanya" 50 dolar. Katanya dirinya sangat senang dan si nona yang melayani di restoran juga senang, jadi kami sama sama senang " kisahnya sambil tertawa ceria.
Belum sempat John melanjutkan kisahnya, puteranya Salvatory juga mau bercerita pada saya. Dalam waktu hanya beberapa menit kami yang duduk semeja serasa sudah saling kenal sejak lama Padahal belum sampai 5 menit Berulang kali John bilang " I love  Indonesia" dan tentu saja sebagai orang Indonesia, senang banget mendengarkan orang senang akan Indonesia. Entah senang akan makanannya .entah senang karena merasa 50 dolar sangat murah tidak perlu dipikirkan. Yang penting mereka senang .Yes!Â
Makan Malam Dimulai
Kalau dituliskan semua kisah di meja makan bisa jadi sebuah buku novel. Karena itu langsung saja pada acara makan malam. Inilah pertama kalinya kami hadir dalam jamuan makan malam di komunitas orang Afrika. Â
Semua berjalan dengan tertip dan tak seorangpun berusaha untuk motong jalur. Sepanjang meja tampak tersusun rapi aneka ragam masakan khas Afrika. Sejujurnya inlah pertama kalinya kami mencoba masakan Afrika. Sepintas tampaknya mirip dengan masakan Padang.Â
Makanannya banyak banget, tapi gimana ya rasanya? Tetiba mata saya melihat ada telur sambal lado. Wuih, senang banget berarti pas selera orang Padang, Maka saking antusias 2 sendok sambal lado sudah berpindah ke piring makan saya dan dua sendok nasi goreng serta sepotong ikan. Isteri  saya mengambil ayam balado dan kami kembali ke kursi . Pada saat yang hampir bersamaan John dan teman duduk kami juga sudah siap santap malam. Kami berdoa sesaat dan kemudian mulai makan.
 Tapi begitu suapan pertama masuk kemulut dan saya kunyah mendadak telinga saya terasa panas.. wuiih ternyata cabe rawit .. Rasanya mau saya keluarkan tapi kan tidak sopan.
Saya tengok John juga buru buru menghabiskan sebotol air katanya pada saya "For Indonesian not spicy". Dan tidak mau kalah gengsi, saya jawab :"O yaa" tapi wajah saya rasanya seperti monyet termakan cabe rawit.
Demi gengsi saya telan juga makanan super hot tersebut dan ikut ikutan bilang "not hot" padahal air sebotol penuh sudah saya salin dari botol kedalam perut demi menenangkan cabe rawit yang merajalela dalam usus .
Acara Tarian Tradisional Afrika
Usai makan malam, Panitia mengumumkan ada tarian tradisional dari Afika. Didahului oleh musik yang keras dan suara teriakan kayak orang mau perang maka tampak berlarian para Penari asal Afrika tak ubahnya seperti yang sering kita saksikan dalam film, tapi kali ini terjadi di depan mata.Â
Tepukan tangan dari seluruh yang hadir bergema dalam ruangan untuk memberikan applaus bagi para penari. Hingga jam 9.30 malam acara baru selesai dan kami saling berpamitan dan berjanji akan saling ketemu lagi
Sungguh merupakan sebuah kenangan manis yang tak akan pernah terlupakan pertama kali hadir dalam jamuan makan malam bersama Komunitas orang Afrika yang datang dari berbagai daerah.
Kasih Sayang Menyembatani PerbedaanÂ
Lagi satu bukti, bahwa perbedaan suku bangsa dan budaya sama sekali bukanlah halangan untuk saling menjalin hubungan persahabatan. Perbedaaan justru menjadikan hidup semakin indah bila disikapi dengan hati yang terbuka
Special thanks to:Â
Pan Afican DinnerÂ
Fr.Francis  Kot SDS PP
Fr. Mariuz Adamczyk SDS APP
St. Simon Peter Parish / 20 Prendiville
OCEAN REEF WA 6027
Tjiptadinata Effendi