Diantara yang hanyut,terdapat anak anak ayam ,yang berada dalam keranjang ,yang biasa dijual oleh para pedagang. Beberapa ekor dapat saya selamatkan dan saya pelihara dengan rasa kasih sayang. Setiap kali,saya akan berangkat kesekolah, anak anak ayam ,yang merupakan"anak angkat" saya ini,mengantarkan ramai ramai hingga kepintu pagar rumah .Dan uniknya,bila saya pulang sekolah,mereka sudah menyambut kedatangan saya di pintu pagar .Seperti kisah dalam dongeng ya? Tapi inilah pengalaman unik saya.Â
Bertelur Ditelapak Tangan Saya
Ketika anak anak ayam ini sudah bertambah besar dan tiba saat untuk bertelur,uniknya mereka mencari saya dan ketika saya pegang ,ternyata tampak ayam tersebut wajahnya memerah dan nafas tersenggal senggal.Rupanya kebelet ingin bertelur. Agar tidak jatuh dan pecah,saya tampung dengan kedua belah telapak tangan saya .Â
Dan terasa sesuatu yang hangat. Baru tahu,bahwa telur ayam,saat keluar  sangat lembek seperti telur katong,tapi sesaat kemudian kulit telurnya mulai mengeras.Â
Banjir Yang Mengantarkan .Banjir yang mengambil mereka kembali
Suatu saat banjir besar melanda kota Padang dan terjadi pada tengah malam,yakni persis bulan  Desember tahun 53.Ketika saya terbangun ,seluruh kandang ayam sudah penuh dengan air. Seharian saya menangis ,karena sedih,seluruh ayam kesayangan yang saya peroleh dari banjir ternyata diambil secara menyakitkan kembali oleh banjir.Â
Sejak saat itu,saya berjanji pada diri sendiri,tidak akan pernah makan daging ayam Dan jadi itu walaupun sudah berlalu 67 tahun lalu,masih selalu saya pegang teguh .Hingga kini saya tidak makan daging ayam
Tjiptadinata Effendi
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI