Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mendaki, Tidak Masalah! Turun Gamang, Mengapa?

25 Oktober 2019   05:56 Diperbarui: 25 Oktober 2019   06:01 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ket.foto: kiri Mayjen.tni.Muchlis Anwar./kanan : Menpan Brigjen Pol.Taufik Effendi/dokumentasi pribadi

Butuh Persiapan  Mental Untuk Naik dan Turun

Mendaki ke atas puncak ? Siapa takut! Usia boleh terus bertambah,karena tak seorangpun dapat menghambat pertambahan umur.Tapi bertambah usia,bukan berarti menjadi semakin tua. Karena takaran :"tua" itu berbeda pada setiap orang.

Ada yang baru berusia 60 an tahun,sudah merasa dirinya tua dan merasa dirinya sudah tidak lagi sekuat dulu dan seterusnya.Akibatnya,secara tanpa sadar telah terjadi demotivasi dalam dirinya atau dalam kalimat yang lebih vulgar,orang yang terus menerus mencekoki diri bahwa ia sudah tua,maka secara tanpa sadar ,sesungguhnya telah mengutuk dirinya sendiri.

Dan kutukan itu menjadi realita.Menjadi tua dan loyo .Jangankan membantu meringankan beban keluarga,tapi mengurus diri sendiri saja sudah tidak mampu. Sikit sikit mengatakan :"Maklum saya sudah tua"

Kesimpulannya ,orang mulai menua,bukan ketika usianya bertambah,melainkan ketika ia meyakini bahwa dirinya sudah mulai menua dan penuaan itupun terjadi.

Kembali ke Judul

Ketika mendaki ,pada umumnya semua orang bersemangat,karena ingin mencapai tujuannya .Boleh jadi ingin menikmati pemandangan dari atas bukit atau gunung,maupun ingin membuktikan pada dirinya dan orang sekitar,bahwa diri masih tangguh,untuk mendaki.

Tapi ketika tiba saat turun ,ada rasa gamang.Gamang dalam arti kata enggan dan kuatir .Enggan karena sudah merasakan nikmatnya selama berada di atas perbukitan dan dapat menghirup udara segar ,sambil menikmati indahnya pemandangan. Rasa kuatir ,karena menengok ,alangkah berbahaya,bila sampai tergelincir dan terjatuh.

Kilas Balik Dalam Kehidupan

Hal ini,terjadi juga dalam bidang kehidupan lainnya. Untuk dapat meraih suatu posisi penting di puncak,maka dengan penuh semangat ,kita kerahkan seluruh potensi yang ada dalam diri,demi agar dapat meraih impian kita. Menjadi pimpinan perusahaan,menduduki jabatan penting di kantor dan sebagainya.

Namun, ketika tiba waktunya turun,kebanyakan orang menjadi gamang ,untuk kembali dalam kehidupan ,dimana tidak ada lagi fasilitas,sebagaimana biasa. Tidak ada lagi staf yang akan menyambut kedatangan dan membukakan pintu mobil.Tidak ada lagi ucapan :'Selamat pagi dari karyawan dan seterusnya.

Setelah :"turun gunung" ,semua harus dilakukan sendiri. Angkat tas atau  koper sendiri dan tidak ada staf yang dapat diperintah untuk melakukan ini dan itu.Bahkan ketika berkunjung ke kota lain,tak ada lagi jemputan dan undangan makan siang,semua harus dilakukan sendiri. Bagi yang tidak siap secara mental,akan mengalami :"Post Power syndrome " . Kondisi ini,tidak hanya dapat menimpa para mantan pejabat,tapi juga orang orang yang biasa menjadi :"orang penting" dalam pekerjaannya,kini merasa bahwa dirinya sudah tidak lagi dibutuhkan.

Perlu Persiapan Mental Sedini Mungkin

Untuk menjaga,agar jangan sampai diri kita mengalami :"post power syndrome" ini,perlu persiapan mental sedini mungkin.Yakni dengan menamakan dalam diri kita,bahwa suatu waktu,semua orang harus turun panggung. Membiasakan diri untuk bergaul dengan berbagai lapisan masyarakat,agar ketika tiba waktunya turun,kita tidak lagi gamang 

Catatan tambahan

Saya bukan pejabat,tapi pernah memimpin sebuah organisasi sosial ,yang anggotanya terdiri dari berbagai lapisan masyarakat.Dari mulai kernet mobil,hingga para pejabat. Dalam perjalanan berkeliling Indonesia,selalu ditunggu dan dijemput di Bandara dengan ucapan :"Selamat datang Bapak Tjiptadinata Effendi dan Ibu Roselina" Dijamu oleh Wali kota,ditunggu oleh Bupati , diundang Sultan,bahkan makan malam bersama jenderal dan menteri.Tapi setelah turun panggung, semua hal yang disebutkan,hanyalah tinggal kenangan manis masa lalu. Tapi karena sudah mempersiapkan diri sejak awal,maka saya tidak gamang,ketika hidup tanpa tepuk tangan lagi dan tiba di bandara tidak ada siapa siapa yang menjemput.

Tjiptadinata Effendi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun