Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bangunlah Jembatan, Hindari Dinding Pemisah

21 Agustus 2019   18:23 Diperbarui: 21 Agustus 2019   18:32 349
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bersama Sahabat Baru, Mohammad Rofiq dan

5 Menit Membangun Jembatan

Awalnya  tadi saya menulis judul tulisan ini "Membangun Jembatan Dalam Waktu 5 Menit". Tapi setelah saya baca ulang terkesan "bombastis" dan jangan jangan dapat dikategorikan sebagai berita hoaks, maka saya edit judulnya, seperti yang dapat dibaca di atas. 

Zaman  Bandung Bondowoso yang konon dengan bantuan jutaan Jin, telah mampu membangun 1000 Candi dalam semalam, sudah lama berlalu.

Di era mileneal ini, sudah tidak mungkin lagi mengumpulkan sebanyak itu Jin. Jadi maksudnya bukan "jembatan" secara fisik, melainkan membangun komunikasi yang baik, sehingga terbentuklah jembatan persahabatan.

ket.foto: mancing di Swan River/dokpri
ket.foto: mancing di Swan River/dokpri

Orang Asing Setelah 5 Menit Langsung Jadi Teman

To the point saja, sewaktu musim panas, saya dan istri hampir setiap sore duduk di tepi Swan River. Mengapa disebut "Swan River?"

Karena di sana memang banyak Angsa berkeliaran di alam bebas. Tentu saja, kami berdua tidak duduk melamun ataupun main hape, melainkan memancing ikan sambil menikmati pemandangan alam yang indah.

ket.foto: angsa liar di Swan River/dokpri
ket.foto: angsa liar di Swan River/dokpri

Ketika saya sedang duduk terkantuk-kantuk menunggu ikan makan umpan ditali kail saya, ada yang datang sambil memberi salam sesuai dengan tradisi saudara saudara yang beragama islam, yakni "assalamualaikum" dan karena sudah terbiasa sejak puluhan tahun, menjawab salam ini, maka langsung saya jawab "waalaikumsalam " 

Saya langsung meletakkan tali kail dan menyalami mereka keduanya sambil memperkenalkan diri. Tapi karena nama saya panjang, maka saya hanya menyebut "Effendi".

Awalnya mereka mengira saya dari Turki, tapi setelah saya jelaskan bahwa saya dan istri dari Indonesia, maka keduanya tampak senang. 

Yang paling banyak berbicara adalah Mohammad Rofiq, sedangkan temannya hanya mendengarkan sambil tersenyum. Dan Rofiq mulai bercerita bahwa mereka datang dari Pakistan ke Australia dalam tugas Syiar agama islam. Agar mereka tidak kecewa, maka saya katakan "Sorry Mr.Rofiq. I am not Muslim. I am Catholic".

Ternyata bukannya kaget, malahan tertawa ngakak, "My Friend Effendi, you don't have to say "sorry" because we are different  now, we are friends." Katanya sambil menepuk pundak saya.

Maksudnya mau akrab, tapi tulang bahu saya serasa mau remuk. Habis tubuhnya sebesar itu dan  usianya belum 50 tahun.

5 Menit Kami Saling Bertukar Nomor Ponsel

Dalam waktu tidak sampai 5 menit, kami sudah membangun jembatan  persahabatan. Sebelumnya, bagi saya keduanya adalah orang asing dan pasti bagi mereka juga begitu.

Tapi setelah 5 menit berkomunikasi dari hati ke hati, kami sudah menjadi teman. Bahkan ketika akan pulang ke negara asal mereka masih menyempatkan pamitan via WA.

Nah, kalau orang asing bisa menjadi teman, masa iya saudara sendiri di jadikan musuh? Kita semua berbeda, tapi kita semua bersaudara. Tapi in menurut saya, bagaimana menurut teman teman semuanya?

Tjiptadinata Effendi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun