Ketika berkunjung ke lokasi wisata, seperti Vulcano, Li Pari dan Stromboli, saya merasa pemandangan di sana seakan-akan seperti sedang "berlomba- lomba" memikat hati para wisatawan untuk berkunjung ke sana.Â
Duduk di pesawat selama belasan jam, akhirnya saya pun sampai di negeri "Es Krim Gelato" ini. Meskipun hari itu cuaca sangat panas sehingga rasa terbakar menembus hingga ke wajah, tengkuk serta kedua lengan. Namun amat disayangkan, bila saya menghentikan ritual perjalanan hanya karena hal itu.
Para wisatawan yang berlibur ke sini, juga bisa memilih untuk tinggal di hotel yang terdapat di Tropea di Vibo Marina atau pun Briatico. Bahkan di Vulcano, Li Pari dan Strombol juga menyediakan beragam hotel dengan berbagai fasilitas.Â
Namun tarif hotel yang terdapat di ketiga pulau dapat dikatakan cukup tinggi dibandingkan menginap di hotel di daratan Tropea, Vibo Marina atau Briatico.Â
Karena saya tinggal menumpang di apartement milik keluarga adik ipar saya, Sandro. Maka tentu, saya tidak perlu mengeluarkan dana untuk menginap di hotel, sebab dari Briatico ke dermaga Vibo Marina maupun ke Tropea hanya memakan waktu berkendara kurang dari 1 jam.
Apapun Pilihannya Berenang adalah Menu Utama
Paket perjalanan yang saya pilih pun adalah berenang atau setidaknya berendam. Seperti misalnya di pulau Vulcano yang mana ada ratusan orang yang tidak ikut berenang, tapi berendam di laut yang mengandung belerang. Konon dikatakan, air belerang tersebut diyakini memiliki khasiat dapat membuat terlihat wajah awet muda serta mencegah penuaan dini.Â
Secara pribadi, saya cenderung percaya yang kedua, yakni mencegah penuaan dini. Karena secara psikologis, jalan-jalan sambil menikmati indahnya pemandangan alam dan berendam di air yang sejuk akan mengurangi segala beban pikiran.
Tanpa terasa sudah 3 minggu saya berada di "negeri Spaghetti" ini. Dan sejak pertama kali menginjakan kaki di sini, saya belum sama sekali menemukan nasi atau Indomie.Â
Namun, jikalau diingat-ingat, selama perjalanan, rasanya saya lebih banyak minum dari pada makan. Sebab, suhu udara panas membuat saya cepat haus dan ingin minum terus.Â
Mengenai istilah "Mercusuar", akhirnya saya tahu dari pemandu wisata saat saya berada di kapal. Konon, gunung ini setiap 20 menit menyemburkan api, sehingga dari kejauhan akan tampak seperti mercusuar raksasa yang memberikan petunjuk arah bagi kapal yang berlalu lalang. Hampir selama kurang lebih 2 ribu tahun, gunung tersebut tidak henti-hentinya menyemburkan api dari kawahnya.Â
Penduduk yang berjumlah kurang dari 500 orang tersebut memenuhi kebutuhan hidup mereka dengan menyewakan rumah mereka, baik sebagai homestay maupun toko. Namun, bagi yang memiliki modal sedikit, mereka hanya membuka toko suvenir di halaman rumah masing-masing. Selain itu, remaja di sana juga membuka peluang bisnis dengan menjadi pemandu wisata atau membuka jasa sewa perahu.Â
Pokoknya keberadaan ketiga pulau ini sebagai destinasi wisata tidak menggeser kehidupan warga yang sejak turun temurun sudah mendiami pulau pulau tersebut. Bahkan mereka berpikir dengan adanya wisatawan yang berkunjung ke sana, itu sudah sebuah berkah bagi mereka dan keluarga.Â
Selain itu, di sana seluruh kulit kerang dan aneka ragam cangkang binatang laut tidak ada yang terbuang percuma. Penduduk di sana menjadikan kulit serta cankang sebagai bisnis. Mereka mengubahnya dalam bentuk kalung, gelang dan hiasan pernak-pernik lainnya. Meskipun dijual dengan harga sekitar 1 -2 Euro, tapi mereka tidak merasa khawatir akan rugi, sebab yang berkunjung ke toko untuk membeli barang bisa dikatakan sangat banyak.
Kalau di Italia, menemukan gereja tentu bukan hal yang sulit. Salah satu dari gereja bekas peninggalan zaman dulu adalah Saint Vincent.
Pada umumnya, gereja di sini lebih banyak difungsikan sebagai bagian dari destinasi wisata dari pada tempat untuk beribadah. Pintu gereja pun selalu dibuka untuk umum.Â
Para wisatawan boleh masuk dan keluar dengan bebas serta juga berfoto di dalamnya. Bagi wisatawan yang mau beribadah juga diperbolehkan, asal tetap menjaga kebersihan gereja.Â
Tjiptadinata Effendi