Sumber: shipmodeling.infoBagi yang sudah pernah ikut berlayar, pasti sudah merasakan bagaimana keadaan perahu bila tanpa kemudi. Akan terombang ambing di samudra lepas, terseret arus ke sana, ke mari, hingga akhirnya menemui takdirnya terempas di batu karang.
Karena kemudi adalah mutlak harus berfungsi, untuk menentukan, mengarahkan jalannya perahu, agar dapat sampai dengan selamat di pulau atau daratan yang menjadi tujuan kita.
Analogi ini adalah untuk memberikan gambaran sederhana betapa pentingnya fungsi introspeksi atau kontrol diri dalam perjalanan hidup kita.
Sekilas Tentang Pengertian Introspeksi Diri
Introspeksi diri bermakna mengontrol diri kita sendiri, dalam cara berpikir, berinteraksi dengan orang lain, bertutur kata dan mengambil keputusan. Apakah sudah pada tempatnya? Apakah apa yang kita lakukan sungguh sungguh sesuai dengan porsi dan kapasitas kita ataukah kita secara tanpa sadar atau terdorong untuk mengedepankan kehebatan diri, sehingga lepas kontrol?
Introspeksi diri dapat juga diibaratkan ketika kita sedang bercermin diri: mematut-matut, apakah pakaian yang kita gunakan sesuai dengan kondisi, di mana kita akan hadir? Mengenakan pakaian lengkap, berdasi dan berjas tentu sangat bagus, namun akan menjadi bahan tertawaan orang banyak bila kita mengunakannya ketika berolah raga. Atau sebaliknya mengenakan olah raga dan kemudian karena malas pulang untuk berganti pakaian, langsung saja ke resepsi pernikahan. Apa yang akan terjadi? Tidak mungkin kita mengatakan, ”Suka suka gue....” Karena ada tata karma dan kesantunan yang berlaku di masyarakat, kendati tidak tertulis, namun sama pentingnya dengan menaati aturan tertulis.
Pernah tengok ibu-ibu ke Mall dengan mengunakan daster? Mungkin saja dalam pikirannya daster baru dan mahal, ya nggak apa apa. Padahal semua orang tahu, bahwa daster adalah pakaian untuk tidur.... Walaupun dibeli dengan harga satu juta, namun tetap saja namanya daster, yang penggunaanya sudah diatur oleh tata karma yang berlaku dalam masyarakat.
Contoh lain. Saya pernah hadir kondangan di kampung. Maaf 'pispot' (tempat urin) dijadikan tempat menaruh nasi. Mungkin saja dalam alam pikiran yang punya helatan, 'pispot' itu masih baru dibeli di toko. Apa salahnya atau apa bedanya dengan tempat nasi lainnya, malahan bentuknya pun ada kemiripan. Akibatnya semua tamu yang dari kota berbisik bisik dan tidak mau mengambil nasi. Baru ketika ada yang memberi tahu, baru 'pispot' tersebut diganti.
Contoh contoh kecil ini untuk menunjukkan bahwa betapa pentingnya introspeksi diri, sehingga menghindari mempermalukan diri sendiri di depan umum.
Jangan pernah ragu untuk instropeksi diri, karena memang kita semuanya perlu introspeksi diri. Ibarat kita mematut diri di depan cermin, sebelum keluar rumah. Untuk memastikan apakah pakaian kita sudah serasi. Jangan sampai mengenakan baju yang kancingnya lepas. Hanya masalah yang tampaknya sepele,namun bila tidak ada introspeksi diri, akan mengakibatkan kita mempermalukan diri sendiri.

Kejujuran dan rendah hati
Sebelum bisa jujur pada keluarga dan orang lain, orang harus bisa jujur pada diri sendiri. Kalau memang merasa diri kita yang salah, jangan gengsi untuk minta maaf. Kekuatan yang dapat mendorong orang untuk meminta maaf secara tulus adalah rendah hati. Karena orang yang angkuh tidak akan pernah mau meminta maaf.
Selalu mencari jalan untuk menyalahkan orang lain dan bila tidak ada orang yang dapat disalahkan, maka keadaan akan dikambing hitamkan. Orang dengan tipe seperti ini selalu merasa diri paling benar, paling pintar, paling saleh dan paling peduli pada orang kecil.
Contoh-contoh nyata di hadapan kita sudah banyak. Orang yang tampil dengan penuh rasa percaya diri dan menepuk dada, ”Say NO to corruption!” ternyata masuk bui karena korupsi. Orang yang tadinya amat fasih dalam melantunkan ayat ayat kitab suci, ternyata juga masuk bui, karena mengambil sesuatu yang bukan haknya. Tentu tidak elok menuliskan nama nama yang bersangkutan, karena kita bukan dalam kapasitas membicarakan pribadi orang. Namun menyikapi secara menyeluruh, bahwa bila orang lupa introspeksi diri, maka dipastikan hidupnya akan berakhir menyedihkan.
Belajar dari pengalaman sendiri tentu sangat perlu. Namun alangkah baiknya bila kita dengan rendah hati mau belajar dari kesalahan orang lain, sehingga jangan sampai mengulangi kesalahan yang dilakukannya. Sehingga kita tidak perlu membayar uang sekolahnya dengan ikut masuk bui.
Introspeksi diri bukanlah berarti menghukum diri secara berlebihan, namun dengan berbesar hati memperbaiki sekecil apapun kekeliruan yang telah dilakukan. Bukan untuk dipuja dan dipuji orang, melainkan dalam upaya menata hidup, untuk mencapai aktualisasi diri.
Sebaliknya orang yang sulit melakukan introspeksi diri, selalu cenderung bersikap kekanak-kanakan. Tidak pernah terbuka hatinya untuk mencoba memahami orang lain. Karena dalam pikirannya, hanya dirinyalah semata-mata yang benar dan orang baik. Di luar itu, semua orang tidak baik. Sifat sifat seperti ini menunjukkan bahwa yang bersangkutan jauh dari kematangan dan kedewasaan dalam cara berpikir, maupun sikap mentalnya.
Selalu berusaha mencari kesalahan orang lain dan bila menemukan sekecil apapun, merupakan sebuah kesenangan diri tersendiri baginya. Ia akan berusaha untuk memperbesar kesalahan ini, dengan menghubung-hubungkan dengan hal yang sesungguhnya sama sekali tidak ada relevansinya.
Atau menepuk dada dan berbicara serta bertingkah laku seakan sangat peduli pada orang kecil dan melarat, namun sesungguhnya tak ada satu pun yang secara konkrit dilakukan. Semua yang dilakukan semata-mata adalah agar tampak elok di depan orang banyak, serta sekaligus menumpahkan seluruh kesalahan pada orang lain.
Saking sibuknya mengurusi kesalahan orang lain, maka semakin lama,akan semakin jauh dari kontrol diri. Dan sebagaimana yang telah digaris bawahi pada alinea pertama, tipe orang seperti ini, kalau tidak ada yang menyadarkannya, maka hidupnya akan berakhir dengan cara yang sangat menyedihkan.
Semoga sebelum semuanya terlambat, sejak sedini mungkin, kita bercermin dan mematut diri, agar jangan sampai salah melangkah dalam hidup kita, yang kelak mau disesali sudah terlambat.
Tjiptadinata Effendi
1 Mei, 2016
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI