Terminologi politik "People Power" umumnya diartikan sebagai kekuatan rakyat yang melakukan pergerakan untuk melawan kekuatan tyrant untuk menuju keadaan yang lebih baik.
Kita mendengar istilah ini pada saat rakyat Philipina menumbangkan Presiden Marcos atau rakyat Indonesia pada pemerintahan Suharto.
Namun istilah "Power" dalam keteknikan juga diartikan sebagai tenaga listrik. Pada tulisan ini kita akan membahas campuran dari kedua terminologi politik dan keteknikan.
Berawal dari perang dagang antara Amerika dan China pada masa pemerintahan Presiden Trump, semua perusahan yang berafiliasi dengan Amerika diminta agar keluar dari China.
Bagi negara-negara tetangga di kawasan Republik Rayat China berita ini seperti hembusan angin segar (wind fall) dan berharap ada investasi baru yang akan masuk ke negara mereka.
Indonesia termasuk salah satu tujuan utama para investor dan sudah menyiapkan power yang cukup untuk mensuplai kebutuhan industri.
Namun pada detik-detik terakhir industri itu berbelok kepada Vietnam, dengan dalih pelayanan ketenaga listrikanya lebih baik.
Sebenarnya tidak ada yang istimewa dengan kelistrikan Vietnam karena sebenarnya mereka masih mengimport listriknya dari China.
Jadi ini hanya sebuah drama antara Trump dan China sementara industri-industri tersebut masih dalam kendali China.
Untuk merawat keberlangsungan agar industri-industri tetap betah dan nyaman dari serangan isu lingkungan dan pajak karbon, Vietnam mulai membangun energi bersih (clean power) dari PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya). Salah satunya dengan menggunakan PLTS atap atau "rooftop PV" yang dipasang dirumah-rumah penduduk.
Bersolek dan berdandan seperti Vietnam serta berharap industri dan investor mau masuk, Indonesia mulai mencanangkan program PLTS atap atau "rooftop PV" yang akan dipasang dirumah-rumah rakyat.