Mohon tunggu...
Tjhen Tha
Tjhen Tha Mohon Tunggu... Insinyur - Speed, smart and smile

\r\nIa coba menjelaskan bahwa kebiasaan dalam keluarga kita selalu menggunakan nick-name atau panggilan sayang, huruf (i) didepan nama Tjhentha bukanlah arti turunan produk Apple seperti iPhone, iPad atau iPod tapi itu adalah sebutan sayang untuk orang yang dicintai. jadi huruf (i) di depan nama itu bukanlah untuk maksud pembeda gender. Tjhentha itu sendiri berasal dari dua suku kata Tjhen Tha, karena dulu belum ada huruf C maka di tulis Tj dan aslinya adalah Chen Tha yang berarti Cin-Ta.\r\niCinta dalam artian makna orang yang dicintai dalam kondisi pasif (dicintai) karena ia masih dalam kandungan. Ketika ia sudah lahir, iCinta berubah menjadi Cinta yang berubah peran jadi aktif sebagai kata kerja atau kewajiban (mencinta). Kewajiban Cinta sama derajadnya seperti kewajiban sholat, haji, puasa, zakat dll. sebagaimana dituliskan dalam Qs 42:23.\r\n“Katakanlah hai Muhammad, tidak aku pinta upah atas dakwahku kepada kalian melainkan kecintaan kalian kepada keluargaku (Ahlulbait).”\r\nOrang tuaku menyampaikan pesan dan wasiatnya dalam namaku untuk membayarkan utang mereka kepada Rasulullah yang telah mengajarkan Islam kepada mereka.\r\nSemoga aku bisa membayar hutang-hutang kami kepada Rasulullah saw dengan men-Cintai Ahlulbaitnya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pak Jalal

18 Februari 2021   14:07 Diperbarui: 18 Februari 2021   14:14 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berpacu dengan dinginnya pagi, rombongan Bandung Utara tak ingin ketinggalan pembukaan doa hari Ahad, hal utama dalam sambutan pembukaan salam takzim bapak kepada kanjeng Nabi SAW dan Aimah as, suaranya menjadi parau dan bergetar ketika mengucapkan salam kepada sayyidah Fatimah sa, andaipun beliau menutup ceramahnya sampai disitu kita sudah mendapatkan semua kenikmatan pengajian hari itu.

Keistimewaan materi pengajian bapak tidak mungkin didapat ditempat lain, semua serba komplit dan istimewa mulai dari studi kritis hadits, kajian filsafat, rekayasa sosial, ilmu logika, neuroscience, psikologi, komunikasi, tafsir Al Quran, perbandingan mahzab dan masih banyak lagi.

Pengajian minggu pagi ditutup dengan doa kemenangan dari Imam Zaman as, dan hal yang ditunggu-tunggu setelah penutup adalah  sessi informality, beliau memberikan kesempatan untuk bersalaman dan semua berebut untuk dapat mencium jemari beliau namun seringkali beliau menolaknya dengan pelukan. 

Acara informal inilah biasanya digunakan untuk silaturahmi saling bertukar kabar dan konsultasi pribadi. Sambil berbincang biasanya Mamah (istri beliau) menyediakan panganan bagi jamaah. Inilah salah satu alasan karena kami memanggil beliau Bapak, disamping beliau memberikan santapan rohani beliau juga menyediakan santapan jasmani.

Sejak saat itu, hari-hari perkuliahan di selingi perkuliahan ekstrakurikuler diluar kampus, walaupun waktu itu belum ada handphone namun pergerakan beliau selalu terupdate, dimana beliau berceramah selalu diserbu murid-muridnya dari berbagai perguruan tinggi. Alhamdulillah kampus gajah duduk masih berpikiran terbuka, walaupun tidak mengambil matakuliahnya, ruangan kelas beliau selalu penuh diserbu mahasiswa untuk ikut perkuliahan walaupun harus duduk dilantai.

Kalau zaman sekarang ada ustadz yang hobinya adu ayam, masih kalah jauh dengan kenakalan mahasiswa saat itu yang punya hobbi mengadu ustadz. Mereka sibuk mengadakan seminar dan mendudukkan para tokoh bangsa untuk saling berdebat, keriuhannya seperti menonton mix martial art (MMA) saat ini. Akhirnya para tokoh itu menyadari kekuatannya masing-masing dan menolak untuk dipertemukan lagi.

Selepas masa kuliah, kebiasan menguntit ceramah pak Jalal terus berlanjut (UJR hunting), dering telpon berbunyi terdengar suara dari seberang sana, mau ikut nggak? Besok kita mau jemput pak Jalal di Frankfurt kalau mau ikut saya tunggu di Braunswick Banhof. Oke kita berangkat sahutku. Pengajian diluar negeri pengalaman tersendiri disamping kerinduan bertemu pak Jalal. 

Beliau bertemu komunitas Indonesia yang berada di Jerman dan setelah itu kita di jamu dan menginap di rumah jamaah. Pengalaman tak terlupakan tidur sekamar bersama beliau, namun sayang hanya ada dua tempat tidur dan satu kasur dilantai. Kami berebut untuk memilih kasur dilantai namun beliau memilih dilantai, saya dan pak Ab terpaksa tidur diatas tanpa berani membantah.

Pengalaman lain ziarah rombongan Arbain, kebiasaan kita perjalanan luar negeri adalah shopping dan berburu oleh-oleh. Kebiasaan yang sama juga dengan pak Jalal, ternyata beliau juga shopping dan membawa belasan koli hasil perburuaannya, hanya saja isinya berupa buku-buku yang merupakan kecintaan beliau. Namun semua jamah rela dan ikhlas bergotong royong mengangkutnya karena dari sinilah akan mengalir ilmu-ilmu yang bermanfaat dari mimbar-mimbar beliau.

Pak Jalal mengenalkan islam yang ramah dan toleran yang diajarkan oleh keluarga Nabi SAW yang suci, namun orang-orang mengucilkannya karena mereka merasa asing dan menutup diri terhadap fakta keberadaan wasiat Nabi saw untuk mencintai keluarganya.

Beliau memilih bekerja dijalan sepi dan satu persatu tonggak-tonggak panji keberadaan ajaran Ahlulbait dibangunnya, mulai yayasan Muthahari untuk melahirkan sekolah para juara, sampai organisasi IJABI (Ikatan Jamah Pecinta Ahlulbait Indonesia) sebagai wadah perkembangan pecinta keluarga Nabi saw di Nusantara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun