(Sumber: Belajar Bisnis Properti dari BUMD Gajah China: Greenland Group, Shanghai, kompasiana.com/Tjan Sie Tek)
1. Per akhir Oktober 2018 sekitar 90% rumah tangga di perkotaan sudah punya rumah. Transaksi properti hunian biasanya berjalan cepat dan sederhana karena mayoritas orang China membeli properti hunian dengan cash, hasil dari menabung bertahun-tahun.
1.1 Salah satu hasil lainnya adalah sampai akhir Juni 2017, 66% dari nilai properti milik rumah tangga di China adalah bersih dari utang (A Real Estate Boom with Chinese Characteristics, Journal of Economic Perspectives---Volume 31, Number 1---Winter 2017---Pages 93--116, oleh Edward Glaeser, Wei Huang, Yueran Ma dan Andrei Schleifer, semuanya dari Universitas Harvard).
1.2 Pada 30 Maret 2016, majalah Forbes melaporkan secara ringkas sebagai berikut:
(i) 80% dari semua rumah/apartemen di China dibeli dengan cash keras. Dua puluh persen (20%) rumah tangga perkotaan memiliki lebih dari satu buah rumah.
(ii) 15% dari semua apartemen yang akan atau sedang dibangun dibeli dengan tunai keras secara di muka.
(iii) Hanya 17% rumah tangga perkotaan di China berutang kepada bank dll untuk membeli rumah/apartemen mereka. Di AS, hampir 50% rumah tangga di perkotaan berutang kepada bank dll untuk membeli rumah.
(iv) Angka non-performing loan (NPL) perumahan di China hanya sekitar 0,2% dari total kredit kepemilikan rumah (KPR).
(v) Di China, rasio nilai KPR yang sedang berjalan terhadap GDP adalah baru sekitar 15% pada 2012. Di AS, angka itu sekitar 80% pada 2012.
1.4 Perbandingan antara rasio KPR terhadap GDP China, AS dan Indonesia
(i) Per akhir 2017, menurut kantor berita Xinhua, rasio itu sekarang sudah naik menjadi sekitar 24% dari GDP tahun 2017. Di AS, turun dari 80% menjadi sekitar 78%. Pada akhir 1952, angka itu baru 22,8% di AS.