Jika menang, Indonesia bukan hanya memastikan tiket ke putaran final, tapi juga membungkam kritik, baik dari publik dalam negeri maupun luar. Jika kalah, komentar Vanenburg bisa jadi senjata untuk menyindir balik, bahkan menambah tekanan dari fans Indonesia sendiri.
Faktor yang bisa menentukan,
- Mental, apakah pemain muda berani bermain lepas melawan raksasa Asia?
- Strategi, bagaimana Vanenburg mengatur taktik agar tidak mudah dibaca lawan.
- Sejarah, Indonesia sering tampil mengejutkan saat underdog, tapi juga sering kehilangan konsistensi di momen penting.
Antara Percaya Diri dan Realita
Sepak bola selalu jadi panggung emosi, bukan sekadar angka di papan skor. Ucapan seorang pelatih bisa jadi pemicu motivasi, tapi juga bumerang jika hasil tidak mendukung.
Gerald Vanenburg mungkin ingin membangun kepercayaan diri, tapi publik Vietnam membacanya sebagai bentuk kesombongan. Publik Indonesia sendiri pun terbelah, antara optimisme dan keraguan.
Yang jelas, rivalitas Indonesia--Vietnam akan terus panas, bahkan sebelum bola digulirkan. Dan pertandingan melawan Korea Selatan nanti bisa jadi titik balik, apakah ucapan Vanenburg terbukti, atau justru jadi pengingat bahwa percaya diri harus diiringi pembuktian.
Apapun hasilnya, satu hal pasti, sepak bola Asia Tenggara selalu lebih dari sekadar permainan, ia adalah soal harga diri, gengsi, dan cerita panjang antar bangsa.(*)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI