Musim baru sepak bola Belanda baru berjalan beberapa pekan, tapi kursi panas seorang pelatih sudah mulai goyah. Begitulah yang kini dialami Joseph Oosting, pelatih FC Twente. Dari luar, seakan-akan semua masih normal, sebuah klub tradisional, fans yang setia, dan tim yang seharusnya punya kualitas untuk bersaing. Tapi kenyataannya jauh lebih rumit.
Oosting kini berdiri di persimpangan jalan. Satu sisi, ia pernah dianggap sosok yang mampu mengangkat kembali Twente ke papan atas Eredivisie. Di sisi lain, rentetan hasil buruk dan drama internal membuat masa depannya jadi tanda tanya besar. Yang bikin cerita ini semakin menarik, ada nama Mees Hilgers, bek keturunan Indonesia yang tengah berseteru dengan klub.
Mari kita gali lebih dalam kisah ini, tentang pelatih yang mungkin kehilangan pekerjaannya terlalu cepat, tentang pemain yang ingin hengkang, dan tentang bagaimana sepak bola bisa berubah jadi drama penuh intrik hanya dalam hitungan minggu.
Joseph Oosting terancam dipecat dari Twente usai hasil buruk dan konflik Mees Hilgers, membuat masa depan klub penuh tanda tanya. - Tiyarman Gulo
Kilas Balik, Dari Harapan Tinggi ke Awan Mendung
Joseph Oosting bukanlah nama asing di sepak bola Belanda. Ia lahir di Emmen pada 1972, tumbuh dengan sepak bola, dan meniti karier kepelatihan dengan penuh kesabaran. Ketika ia ditunjuk sebagai pelatih Twente pada 2023, banyak yang menaruh harapan besar.
Harapan itu sempat terbayar. Pada musim perdananya, Oosting sukses membawa Twente finis peringkat ketiga Eredivisie. Itu prestasi yang tidak main-main, mengingat klub ini pernah mengalami masa sulit dan bahkan sempat terdegradasi ke divisi dua beberapa tahun sebelumnya.
Musim keduanya tidak sesempurna itu, tapi masih cukup stabil, Twente finis di urutan keenam. Masih kompetitif, masih menjanjikan. Fans percaya, musim 2025-2026 bisa jadi lompatan baru. Sayangnya, justru bencana yang datang.
Drama Hilgers, Dari Pilar ke "Anak Terbuang"
Di balik papan skor, ada cerita yang lebih pelik. Mees Hilgers, bek tengah andalan Twente sekaligus pemain keturunan Indonesia yang membela Timnas Garuda, menjadi tokoh sentral dalam drama ini.
Hilgers bukan pemain sembarangan. Selama dua musim bersama Oosting, ia tampil 69 kali dan jadi bagian penting dari pertahanan Twente. Tapi musim ini segalanya berubah. Hilgers menyatakan ingin pergi. Entah karena tawaran dari klub lain atau perbedaan visi dengan manajemen, yang jelas keinginannya menimbulkan ketegangan.
Alih-alih mencoba berdamai, Oosting mengambil langkah tegas, mencoret Hilgers dari skuad utama.
Keputusan ini mengundang pro-kontra. Di satu sisi, disiplin pelatih terlihat jelas. Di sisi lain, Twente kehilangan bek andalan saat musim baru dimulai. Hasilnya? Empat pertandingan pertama hanya menghasilkan tiga poin. Fans mulai resah, media mulai ramai, dan tekanan pun menggunung.
Hasil Buruk yang Tak Termaafkan
Mari kita lihat lebih detail perjalanan Twente di awal musim ini,
- Kalah 0-1 dari Zwolle -- kekalahan pahit di laga pembuka.
- Tumbang 0-2 lawan PSV -- wajar kalah dari tim besar, tapi tetap mengecewakan di kandang sendiri.
- Menang 2-1 atas Heerenveen -- secercah harapan muncul, seolah tim mulai bangkit.
- Kalah 0-1 dari Excelsior -- inilah yang bikin fans murka, apalagi Excelsior adalah tim promosi, dan Twente unggul jumlah pemain.