Cuma sebuah mouse gaming yang dikirim sebagai sampel uji coba dari sebuah brand luar negeri untuk seorang streamer. Eh, pas sampai di Indonesia, ternyata ditagih biaya bea masuk dan pajak sebesar Rp 8,9 juta.
Kedengarannya absurd, kan? Tapi inilah yang terjadi pada seorang gamer yang ceritanya viral di platform X (dulu Twitter). Kasus ini bikin Bea Cukai lagi-lagi jadi sasaran amarah warganet. Timeline penuh dengan keluhan, sindiran, bahkan meme tentang betapa "ajaibnya" lembaga ini dalam menghitung nilai barang impor.
Pertanyaan pun mencuat. Kenapa setiap kali ada kasus impor barang pribadi, drama Bea Cukai hampir selalu jadi trending? Apakah ini murni salah sistem, salah oknum, atau ada hal yang lebih dalam? Mari kita kupas pelan-pelan.
Kasus mouse gaming Rp 8,9 juta bikin Bea Cukai diserbu warganet. Publik soroti transparansi, pungutan tak wajar, dan dampak pada kreator serta UMKM. - Tiyarman Gulo
Fenomena Bea Cukai Selalu Viral
Kalau kamu sering nongkrong di media sosial, mungkin sadar kalau topik Bea Cukai selalu "naik daun" setiap beberapa bulan sekali. Mulai dari cerita orang ditagih jutaan hanya karena beli figure anime, kamera bekas, sampai donasi barang.
Dan anehnya, pola reaksi warganet selalu sama.
Cerita awal yang bikin kaget.
Ramai-ramai hujat Bea Cukai.
Bea Cukai klarifikasi di media sosial dengan bahasa normatif.
Publik makin kesal karena jawabannya dianggap "template" dan tidak menyelesaikan masalah.
Lama-lama muncul kesan, Bea Cukai bukan lagi lembaga yang melindungi industri lokal atau menjaga pemasukan negara, tapi lebih sebagai "penghalang" orang berkembang.
Bagaimana Aturan Bea Cukai Sebenarnya Bekerja?
Sebelum buru-buru menyalahkan, mari kita coba lihat dari sisi regulasi.