Pada 16 Agustus 2025, gerbang Lapas Sukamiskin terbuka, dan Setya Novanto, mantan orang paling berkuasa di DPR RI, menghirup udara bebas. Bagi dirinya, ini adalah awal dari babak baru. Namun bagi jutaan rakyat Indonesia yang namanya tercetak di kartu e-KTP, kebebasan bersyarat ini mungkin terasa seperti babak akhir dari sebuah lelucon keadilan yang pahit.
Penjara memang telah ia jalani sebagian. Tapi sebuah pertanyaan yang jauh lebih besar dan lebih penting menggantung di udara. Bagaimana nasib harta kekayaannya yang fantastis, yang terungkap mencapai lebih dari Rp 114 miliar?Â
Mari kita bedah 'kerajaan' finansial sang terpidana kasus korupsi e-KTP ini, yang tampaknya tak ikut merasakan dinginnya lantai penjara.
Koruptor e-KTP Setya Novanto bebas bersyarat. Ironisnya, 'kerajaan' hartanya senilai Rp 114 miliar tetap aman dan tak tersentuh oleh hukuman. - Tiyarman Gulo
Babak Baru Sang 'Papa', Bebas Bersyarat Menuju Bebas Murni
Secara hukum, Setya Novanto kini berstatus bebas bersyarat. Ia baru akan bebas murni sepenuhnya pada tahun 2029. Bahkan setelah itu, ia masih harus menanggung sanksi tambahan: hak politiknya dicabut selama 2,5 tahun. Aturan ini ditegaskan oleh Ditjen Pemasyarakatan, yang hanya menjalankan putusan pengadilan.
Namun, sementara kebebasan fisiknya diatur oleh tanggal dan aturan bimbingan, kebebasan finansialnya adalah cerita yang sama sekali berbeda. Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang pernah ia serahkan ke KPK menjadi semacam 'buku rapor' abadi yang menunjukkan betapa kokohnya imperium kekayaan yang ia bangun.
Membuka 'Buku Rapor' Kekayaan, Lompatan Fantastis Rp40 Miliar dalam 6 Tahun
Melihat data LHKPN Setya Novanto ibarat membaca sebuah novel bisnis yang sukses luar biasa. Pada tahun 2009, total hartanya tercatat sebesar Rp 73,7 miliar. Angka yang sudah sangat besar. Namun, hanya dalam waktu enam tahun, pada laporan tahun 2015, angka itu meroket tajam menjadi Rp 114,76 miliar.
Artinya, ada penambahan kekayaan lebih dari Rp 40 miliar dalam periode enam tahun saat ia aktif menjabat sebagai pejabat publik, termasuk menjadi Ketua DPR RI. Sebuah lompatan kekayaan yang luar biasa, yang terjadi di periode yang beririsan dengan bergulirnya proyek e-KTP yang merugikan negara hingga triliunan rupiah.
Fondasi 'Kerajaan', 16 Tanah dan Bangunan yang Tersebar Luas
Dari mana sumber utama kekayaannya? Jawabannya ada di tanah. Aset terbesarnya adalah harta tidak bergerak berupa tanah dan bangunan. Pada tahun 2015, Novanto melaporkan kepemilikan 16 bidang tanah dan bangunan yang tersebar dari Jakarta hingga kota-kota lain, dengan total nilai mencapai Rp 81,7 miliar.
Sebagai contoh, sebuah aset tanah dan bangunan di Jakarta Selatan yang pada tahun 2009 bernilai Rp 6,95 miliar, nilainya melonjak hampir dua kali lipat menjadi Rp 13,28 miliar pada 2015. Ia bahkan memiliki tanah seluas lebih dari 2.000 meter persegi di Kupang. Ini menunjukkan sebuah portofolio properti yang solid dan terus berkembang nilainya, menjadi fondasi kokoh bagi 'kerajaannya'.
Garasi Mewah, Surat Berharga, dan Tumpukan Uang Tunai
Tentu saja, 'kerajaan' ini tidak hanya berisi properti. Mari kita intip 'garasi'-nya. Pada tahun 2015, tercatat ia memiliki enam kendaraan, termasuk mobil-mobil mewah seperti Toyota Vellfire senilai Rp 900 juta dan Toyota Alphard senilai Rp 600 juta, simbol gaya hidup yang tak goyah oleh status hukum.
Lebih penting lagi, aset finansialnya menunjukkan kekuatan yang luar biasa. Kepemilikan surat berharganya naik dari Rp 6 miliar menjadi Rp 8,4 miliar. Dan yang paling mencolok, simpanan uang tunai atau setara kasnya meningkat tajam dari Rp 13,8 miliar menjadi Rp 21,29 miliar. Angka ini menunjukkan likuiditas atau ketersediaan uang tunai yang sangat besar, siap digunakan kapan saja.