Mohon tunggu...
Tiyarman Gulo
Tiyarman Gulo Mohon Tunggu... Penulis

Menulis adalah jalan cuanku!

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Sudah Waktunya Kita Beralih ke Mobil Listrik, atau Nanti Dulu?

27 Juni 2025   07:00 Diperbarui: 26 Juni 2025   13:56 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pengisian Mobil Listrik saat Pengisian Umum. FOTO/iStockphoto 

Gesekan ban di aspal dan desingan angin. Hanya itu. Sunyi, tapi bertenaga. Rasanya seperti meluncur, bukan mengemudi. Itulah sensasi pertama yang mungkin Anda rasakan saat menjajal mobil listrik. Lalu Anda kembali ke mobil bensin kesayangan Anda, mendengar deru mesin yang familiar, merasakan getaran yang khas. Sebuah suara yang selama ini terasa normal, kini terdengar... kuno.

Di persimpangan inilah jutaan orang Indonesia kini berdiri. Di satu sisi, "pesta" mobil listrik sedang berlangsung meriah. Jalanan yang dulu hanya diisi suara knalpot, kini mulai diselingi oleh senyapnya Wuling Air ev yang mungil, gagahnya Hyundai Ioniq 5 yang futuristik, atau lincahnya BYD Dolphin yang mencuri perhatian. Pilihan membentang dari yang harganya setara mobil LCGC hingga yang menyaingi sedan premium Eropa.

Data pun bernyanyi merdu. Seperti dicatat oleh Kompas.id, pasar mobil listrik berbasis baterai (BEV) terus menanjak. Bayangkan, hanya dalam empat bulan pertama tahun 2024 (Januari-April), sebanyak 23.952 unit mobil senyap ini sudah menemukan garasi barunya. Angka ini adalah sinyal kuat: gelombang perubahan itu nyata dan sedang membesar.

Tapi di sisi lain, ada sebuah suara keraguan yang tak kalah nyaring. "Yakin mau beralih? Nanti nge-charge di mana? Kalau baterainya rusak, gimana? Harga jualnya jatuh nggak?"

Pertanyaan-pertanyaan ini adalah "rem" yang menahan banyak dari kita. Jadi, mari kita bedah perang batin ini bersama-sama. Kita akan letakkan semua kartu di atas meja, baik itu kartu As yang menggiurkan maupun kartu Joker yang penuh risiko.

Beralih ke mobil listrik? Godaan biaya murah vs. ragu soal baterai & infrastruktur. Ini panduan untuk menimbang keputusan personal Anda. Siap atau tunggu? - Tiyarman Gulo

Godaan untuk Beralih yang Sulit Ditolak

Mengapa ide untuk beralih ke mobil listrik terasa begitu menggoda? Jawabannya lebih dari sekadar ikut-ikutan tren. Ada keuntungan nyata yang siap memanjakan pemiliknya.

1. Dompet yang Tersenyum Setiap Hari

Ini adalah daya tarik utama. Mari kita berhitung kasar. Untuk menempuh jarak sekitar 200 km, mobil bensin mungkin butuh sekitar 20 liter bensin (asumsi 1:10), yang biayanya bisa lebih dari Rp200.000. Mobil listrik dengan kapasitas baterai sekitar 40 kWh? Dengan tarif listrik rumah, biayanya mungkin tidak sampai Rp70.000 untuk pengisian penuh. Selisihnya bisa untuk jajan kopi kekinian setiap hari! Belum lagi biaya perawatan. Lupakan ganti oli, busi, atau filter udara. Perawatannya jauh lebih simpel dan murah.

2. Pengalaman Berkendara dari Masa Depan

Injak pedal "gas", dan torsi instan langsung mendorong punggung Anda ke jok. Tanpa jeda, tanpa suara raungan mesin. Akselerasinya senyap dan responsif, membuat manuver di perkotaan terasa sangat lincah. Kabin yang hening juga menciptakan suasana yang lebih rileks, mengubah perjalanan macet yang stres menjadi momen yang lebih tenang.

3. Status "Warga VVIP" di Jalanan

Pemerintah sedang jor-joran memberikan karpet merah bagi pengguna mobil listrik. Di Jakarta, Anda bebas melenggang di jalur ganjil-genap kapan saja. Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) pun seringkali mendapat diskon besar, bahkan dibebaskan. Ini adalah privilese kecil yang terasa sangat manis di tengah kerasnya kehidupan ibu kota.

"Hantu" yang Menghantui Calon Pemilik

Sekarang, mari kita bicara dengan jujur tentang apa yang membuat kita ragu. Ini bukan pesimisme, ini adalah realisme. Inilah tiga "hantu" yang paling sering muncul dalam pertimbangan untuk beralih ke mobil listrik.

1. "Range Anxiety" dan Infrastruktur

"Range Anxiety" adalah istilah keren untuk perasaan cemas kehabisan baterai di tengah jalan. Ini adalah ketakutan nomor satu. "Kalau mau ke luar kota, aman nggak? SPKLU (Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum) gampang dicari nggak? Kalau ada, antreannya panjang nggak? Berapa lama nge-charge-nya?"

Kenyataannya, SPKLU memang terus bertambah, terutama di kota besar dan di sepanjang jalan tol utama. Tapi di luar itu, sebarannya masih belum merata. Perasaan cemas ini nyata, mirip seperti saat baterai ponsel Anda tinggal 1% sementara Anda sedang menunggu telepon penting. Anda tidak bisa begitu saja mampir ke warung dan "mengisi daya" dalam 5 menit.

2. Harga Beli dan Biaya Tak Terduga

Meskipun ada pilihan yang lebih terjangkau, harga awal mobil listrik umumnya masih lebih tinggi dibandingkan mobil bensin dengan kelas yang setara. Tapi, ketakutan yang lebih besar tersembunyi di dalam komponen utamanya, baterai.

Garansi baterai biasanya panjang, sekitar 8 tahun. Tapi pertanyaan "setelah itu?" terus menggema. Biaya penggantian baterai bisa mencapai puluhan, bahkan ratusan juta rupiah, hampir setara harga mobil bekas. Meskipun teknologi baterai semakin awet dan ada opsi perbaikan per modul, angka ini sudah cukup untuk membuat siapa pun berpikir dua kali.

3. Ketidakpastian Harga Jual Kembali

Saat membeli kendaraan, kita seringkali memikirkan nilai investasinya. Pasar mobil bekas untuk mobil bensin sudah sangat matang dan bisa diprediksi. Bagaimana dengan mobil listrik? Ini masih menjadi wilayah abu-abu.

Apakah harga jualnya akan anjlok drastis karena perkembangan teknologi baterai yang pesat? Apakah calon pembeli mobil bekas akan takut dengan kesehatan baterai yang sudah berumur? Ketidakpastian ini membuat pembelian mobil listrik terasa seperti sebuah pertaruhan finansial.

Sudah Waktunya Beralih... atau Belum?

Tidak ada jawaban tunggal untuk pertanyaan ini. Waktu yang tepat untuk beralih ke mobil listrik sangat bergantung pada profil dan gaya hidup Anda. Coba lihat, Anda masuk tim yang mana?

Tim "Sikat Aja Sekarang!" jika Anda,

  • Seorang Komuter Perkotaan. Mayoritas perjalanan Anda di dalam kota, pulang-pergi kantor, dan jarang bepergian jauh.

  • Punya Garasi di Rumah. Anda bisa memasang home charging dan mengisi daya dengan nyaman setiap malam, layaknya mengisi daya ponsel.

  • Menjadikannya Mobil Kedua. Anda masih punya mobil bensin untuk perjalanan jauh atau keperluan mendadak.

  • Pengadopsi Awal (Early Adopter). Anda menyukai teknologi baru dan menikmati menjadi bagian dari perubahan.

Tim "Tunggu dan Lihat Dulu" jika Anda,

  • Petualang Lintas Kota. Anda sering melakukan perjalanan darat jarak jauh ke daerah-daerah yang infrastruktur SPKLU-nya masih minim.

  • Tinggal di Apartemen. Anda tidak punya akses mudah untuk memasang home charging pribadi.

  • Punya Anggaran Terbatas. Harga beli awal masih terasa berat dan Anda tidak mau mengambil risiko soal biaya tak terduga di masa depan.

  • Tipe Pengguna Praktis. Anda lebih memilih kepastian dan kemudahan yang ditawarkan oleh ekosistem mobil bensin yang sudah matang.

Ini Bukan Perlombaan, Ini Adalah Perjalanan Anda

Gelombang elektrifikasi itu pasti datang. Pertanyaannya bukan "apakah" ia akan tiba, melainkan "kapan" ombaknya pas untuk Anda naiki. Banyaknya pilihan mobil listrik saat ini adalah sebuah berkah, karena ia memaksa kita untuk berpikir, menimbang, dan pada akhirnya, membuat keputusan yang lebih cerdas.

Beralih ke mobil listrik bukanlah sebuah kewajiban moral yang harus dilakukan sekarang juga. Ini adalah sebuah keputusan personal yang melibatkan finansial, gaya hidup, dan toleransi risiko Anda.

Jadi, setelah menimbang semua bisikan surga dan teriakan keraguan, bagaimana dengan Anda? Apakah Anda sudah siap untuk merasakan sunyinya akselerasi masa depan? Atau Anda masih ingin menikmati deru mesin yang familiar sambil menunggu ekosistem mobil listrik menjadi lebih matang?

Apapun jawabannya, itu adalah jawaban yang benar untuk Anda. Karena transisi ini bukanlah sebuah perlombaan. Ini adalah perjalanan pribadi menuju garasi impian Anda.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun