Money - Lagi duduk santai sambil scroll media sosial, eh tiba-tiba ada headline gede berbunyi, "Indonesia Termiskin Nomor 4 Dunia!". Jantung deg-degan, otak panas, mulut spontan komentar, "Masa sih segitu parahnya negara kita?" Tapi... tunggu dulu. Sebelum kita keburu kesal, marah, atau pesimis, yuk kita ajak logika kita ikut duduk, minum kopi, dan memahami apa sih sebenarnya maksud dari data tersebut?
Laporan Bank Dunia menempatkan Indonesia di urutan ke-4 negara berpendapatan menengah atas dengan 60,3% penduduk hidup di bawah US\$6,85/hari. - Tiyarman Gulo
Judul yang Bikin Jantungan
Beberapa hari terakhir, jagat maya ramai dengan pernyataan bahwa Indonesia berada di peringkat ke-4 negara termiskin di dunia, menurut Bank Dunia. Netizen langsung merespons dengan beragam emosi, marah, sedih, kecewa, bahkan ada yang memaki-maki pemerintah. Tapi seperti pepatah lama, "jangan langsung telan mentah-mentah," kita harus paham dulu, data itu dari mana, maksudnya apa, dan konteksnya gimana?
Asal Data Macro Poverty Outlook
Laporan yang dimaksud adalah Macro Poverty Outlook edisi April 2025 dari Bank Dunia. Laporan ini sebenarnya bukan daftar rangking negara termiskin dunia secara keseluruhan. Melainkan, laporan ini membahas kemiskinan di negara-negara berpendapatan menengah ke atas (upper-middle income countries), berdasarkan persentase penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan sebesar US\$6,85 per hari.
Nah, di sinilah letak salah kaprahnya. Banyak orang mengira laporan ini menyebut Indonesia termiskin secara global, padahal itu tidak akurat.
Angka 60,3% Itu Maksudnya Gimana?
Dalam laporan tersebut, disebutkan bahwa 60,3% penduduk Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan versi Bank Dunia, yaitu US\$6,85 per kapita per hari (sekitar Rp113.000 per hari per orang).
Perlu dicatat, angka ini bukan berarti orang-orang itu hidup dalam kelaparan ekstrem. US\$6,85 adalah standar baru dari Bank Dunia untuk negara dengan penghasilan menengah ke atas seperti Indonesia. Artinya, Bank Dunia sedang menaikkan standar agar kualitas hidup masyarakat bisa lebih baik seiring pertumbuhan ekonomi.
Garis Kemiskinan Bukan Satu-satunya Ukuran
Masih banyak yang salah kaprah soal "garis kemiskinan". Banyak orang menganggap ini sama seperti 'tidak punya makan'. Padahal tidak sesederhana itu.
Garis kemiskinan itu seperti ambang batas pengeluaran minimum seseorang untuk hidup layak, bukan hanya makan, tapi juga transportasi, pendidikan, kesehatan, dan kebutuhan dasar lainnya. Jadi saat Bank Dunia bilang 60,3% orang Indonesia di bawah garis ini, bukan berarti 60% warga kita kelaparan. Tapi artinya banyak yang masih belum bisa menikmati hidup layak sesuai standar internasional.
Beda Standar, Beda Cerita
Bank Dunia membagi negara dalam tiga kelompok,
- Negara berpendapatan rendah, garis kemiskinan US\$2,15/hari.
- Menengah bawah, US\$3,65/hari.
- Menengah atas (seperti Indonesia), US\$6,85/hari.
Kalau kita pakai standar US\$2,15 (sekitar Rp35.000/hari), angka kemiskinan Indonesia jadi jauh lebih rendah. Tapi karena Indonesia sudah naik kelas menjadi negara menengah atas, standarnya ikut naik, dan itu hal yang wajar. Mirip kayak naik kelas sekolah, makin tinggi kelasnya, makin berat ujiannya.
Bandingkan dengan BPS, Kenapa Bisa Beda Jauh?
Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia mencatat angka kemiskinan sekitar 9,36% per September 2023. Lho, kok jauh beda dari 60,3%? Karena,
- BPS pakai standar nasional (sekitar Rp550.000/bulan).
- Metodologinya berbeda.
- Fokusnya lebih lokal dan realistis dengan kondisi Indonesia.