Mohon tunggu...
Tito Adam
Tito Adam Mohon Tunggu... Jurnalis - Social Media Specialist | Penulis | Fotografer | Editor Video | Copy Writer | Content Writer | Former Journalist

Senang untuk belajar dan belajar untuk senang | Instagram @titoadamp | Email titoadamp@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Surabaya Sudah Punya Cerita Heroik Jauh Sebelum dan Setelah Perobekan Bendera di Hotel Yamato

31 Mei 2021   07:02 Diperbarui: 31 Mei 2021   07:05 613
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perobekan bendera di Hotel Yamato. Sumber : Good News From Indonesia

Hari ini, Surabaya merayakan hari jadinya. Berulang tahun ke-728. Sudah tujuh abad, usia yang tidak lagi muda. Surabaya sendiri memiliki julukan sebagai Kota Pahlawan karena cerita heroiknya.

Jika kita berbicara cerita heroik Surabaya, yang paling dihapal adalah perobekan bendera. Ternyata Surabaya sudah punya banyak kisah heroik, bahkan jauh sebelum kejadian di Hotel Yamato.

Dimulai ketika zaman kerajaan. Cerita bermula saat Raden Wijaya berhasil mengusir kerajaan barat, yaitu pasukan Mongolia. Waktu itu, pasukan ini terkenal hebat dan kuat.

Dilansir dari Kompas, Raden Wijaya adalah menantu Kertanegara yang merupakan raja Kerajaan Singasari. Kerajaan Singasari merupakan kerajaan terkuat yang ada di Jawa waktu itu dan mencuri perhatian salah satu Dinasti Yuan dari China. 

Waktu itu penguasanya adalah Kubilai Khan. Dia lalu mengirim utusannya untuk menarik upeti Kerajaan Singasari pada 1289. Sudah beberapa kali Kubilai Khan mengirim utusan ke Jawa, yakni pada 1280, 1281, dan 1286.

Namun bukan upeti yang diperoleh tapi penolakan. Bahkan dengan teganya menyiksa dan memotong telinga utusan Kubilai Khan yang terakhir.

Kondisi itu membuat marah Kubilai Khan marah dan mengirimkan ekspedisi besar ke Jawa sebagai ungkapan kemarahan. Ekspedisi tersebut untuk menghukum Raja Jawa, yakni Kertanegara.

Namun sebelum pasukan Mongol tiba di Jawa, Raja Kertanegera sudah terbunuh dan Kerajaan Singasari lengser antara tanggal 18 Mei dan 15 Juni 1292 akibat pemberontakan.

Raja Kertanegara dibunuh oleh Jayakatwang yang merupakan seorang Adipati Kediri yang merasa tidak puas dengan Kertanegara.

Peristiwa itu membuat tahta Kerajaan Singasari menjadi kosong. Kemudian Jayakatwang mengambil alih posisi raja dan memindahkan kekuasaan kerajaan ke Kediri.

Jayakatwang juga mengasingkan keturunan Kertanegara salah satunya Raden Wijaya menantu Kertanegara ke Pulau Madura.

Karena dendam dengan Jayakatwang, Raden Wijaya pun memanfaatkan kedatangan pasukan mongol untuk balas dendam. Waktu itu, pasukan Mongol tiba di Majapahit pada 1 Maret 1293. 

Sebelumnya mereka terlebih dahulu singgah di Tuban dan mendirikan perkemahan di tepi Sungai Brantas.

Perwakilan pasukan Mongol bernama Ike Mese mengirim tiga orang perwiranya ke kampung baru Majapahit. Mereka meminta agar Raden Wijaya tunduk dan mengakui kekuasaan Kubilai Khan.

Raden Wijaya pun akan tunduk kalau Mongol membantunya melawang Jayakatwang dari Gelang-Gelang yang telah membunuh Kertanegara dan menghancurkam Kerajaan Singasari.

Pada 20 Maret 1293, tentara gabungan Raden Wijaya dan Mongol mengepung Jayakatwang. Itu membuat Jayakatwang dan pasukan kocar-kacir dan terjun ke Sungai Brantas.

Setelah menundukkan Jayakatwang pada 26 April 1293, Raden Wijaya meminta izin kepada pasukan Mongol untuk kembali ke Majapahit mengambil upeti dengan kawal dua perwira dan 200 prajurit.

Tapi ditengah perjalanan, Raden Wijaya menghabisi pasukan Mongol yang mengawalnya ke Majapahit dalam perjalaannya.

Kemudian Raden Wijaya justrus balik menyerang pasukan Mongol di Kediri yang pasukannya berkurang.

Pasukan Mongol hanya empat bulan berada di tanah Jawa. Pada 31 Mei 1293, pasukan Mongol kembali ke China dan tiba 8 Agustus 1293. Raden Wijaya menjadi raja pertama Kerajaan Majapahit pada 10 November 1293. 

Tanggal ini pun lalu ditetapkan jadi Hari Jadi Kota Surabaya. Dilansir dari ngopi bareng, penetepan ini diketahui setelah DPRD Kotamadya Surabaya melalui Surat Keputusan nomor 02/DPRD/Kep/75 tertanggal 6 Maret 1975 menetapkan hari jadi kota Surabaya pada 31 Mei 1293.

Selanjutnya hasil keputusan DPRD itu dikembalikan kepada pemerintah Kotamadya Surabaya untuk disyahkan oleh Walikota Soeparno melalui Surat Keputusan Walikotamadya nomor 64/WK/75 tanggal 18 Maret 1975 tentang hari jadi kota Surabaya yang jatuh pada 31 Mei 1293.

Tidak hanya masa kerajaan. Di masa kolonial, ada cerita heroik yang banyak orang tidak tahu atau bahkan melupakannya. Cerita datang dari Kadipaten Surabaya.

Dilansir dari buku Hikajat Soerabaia Tempo Doeloe karya Dukut Imam Widodo, Surabaya pernah berdiri sebuah kadipaten.

Kala itu, Kadipaten Surabaya dipimpin oleh Adipati Ario Jayeng Kusumo. Dia dikenal sebagai pemimpin yang arif, bijaksana dan mementingkan kemakmuran rakyatnya.

Dikisahkan, keratonnya memiliki alun-alun indah yang terletak di sebelah selatan keraton, yang disebut Alun Alun Kidul. Setiap bulan suro, di Alun-Alun Kidul diadakan Pasar Malam

Dikisahkan Adipati Ario Jayeng Kusumo ini dikenal sangat menentang Belanda. Bahkan, pernah beberapa kali menyerang benteng pertahanan Belanda yang ada di sini.

Hingga suatu saat, saat pertempuran Adipati Ario Jayeng Kusumo berhasil ditangkap oleh Belanda. Disaksikan oleh rakyatnya, lantas ia pun dihukum gantung di pohon beringin yang ada di alun-alun kidul. 

Rakyat Surabaya waktu itu meratapi kematiannya, namun tidak mampu melawan kekuatan Belanda. Jasadnya dimakamkan di Praban. Kemungkinan besar dimakamkan di depan SMP 3 saat ini.

Dua kisah tadi menunjukkan semangat heroik Surabaya tidak pernah hilang meskipun beda zaman. Bahkan kisah heroik lain juga muncul dari Surabaya usai perobekan bendera Belanda.

Peristiwa 10 November merupakan peristiwa yang paling bersejarah di Indonesia. Bagaimana Surabaya melawan pasukan Belanda dan sekutunya, hanya dengan senjata ala kadarnya.

Ultimatum yang diworo-worokan dibalas dengan pidato berapi-api Bung Tomo. Membakar semangat arek Suroboyo untuk menghajar pasukan penjajah.

Hasilnya, Jenderal AWS Mallaby tewas di tangan pemuda Surabaya. Padahal, karir sang jenderal cukup cemerlang saat Perang dunia II. Karenanya, dia dikirim ke Surabaya mengatasi amarah warga Surabaya.

Kapten R.C. Smith, seperti dikutip J.G.A. Parrot dalam Who Killed Brigadier Mallaby (1975), melihat ada pemuda yang kemudian menembak Mallaby dari jarak yang cukup dekat. Itulah senja terakhir bagi Mallaby.

Dilansir dari Tirto, Smith sendiri berusaha membalas penembakan itu dengan melempar granat ke pemuda tadi. Tak jelas bagaimana nasib si pemuda yang diduga menembak Mallaby.

Lalu, bagaimana era kekinian di zaman digital saat ini? Apa cerita heroik Surabaya?

Bila semua cerita di atas adalah cerita dari berbagai sumber. Ini adalah sedikit cerita dari saya di balik layar, bagaimana Surabaya bisa menang pengahrgaan internasional sebagai Populer Online City di tahun 2018.

Saat itu, usai Surabaya mendapat penghargaan dari lomba bergensi Lee Kwan Yew Award, Bu Risma coba ikut penghargaan Guangzhou Award di tahun yang sama.

Surabaya pun lolos. Waktu itu, setiap peserta yang lolos diminta untuk presentasi. Tidak ada jaminan akan menang lomba. Sekitar H-7 pelaksaan lomba, ternyata baru tahu jika ada kategori lomba lain.

Kategori itu adalah voting Populer Online City. Saya masih ingat, saya diminta untuk mengecek kategori lomba ini. Ternyata Surabaya berada di 3 peringkat terbawah.

Mengetahui hal itu, saya diminta untuk menyampaikan hal ini di sosial media. Meminta dukungan warga Surabaya dan Indonesia agar Surabaya bisa menang.

Sekitar H-6 mulai ada pergerakan, Surabaya mulai naik ke papan tengah peringkat. Saya menyadari tidak bisa bermain sendiri dalam hal woro-woro meminta dukungan.

Saya pun mengajak dua akun swasta besar di Surabaya untuk ikut mendukung Surabaya. Saya memang dekat dekat pendiri dan para admin kedua akun sosmed ini.

H-3 Surabaya sempat peringkat satu. Namun itu tak berlangsung lama. Dua kota asal negeri tuan rumah menyalip jauh. Sebagai tim pemantau, saya melaporkan ini.

Bersama dengan semua para admin di Surabaya, baik itu akun resmi pemerintahan maupun swasta, kami pun terus mengajak untuk teeus vote setiap sejam sekali. Mengingat sistem perlombaan bisa beri vote setiap satu jam.

Selama tiga hari, semua akun sosmed di Surabaya silih berganti posting dan para adminnya beri vote untuk Surabaya.

Hari H pengumuman pemenang, sempat beda tipis dengan salah satu kota negeri tiongkok. Namun pada siang hari, Surabaya pun unggul jauh. Posisi ini bisa dipertahankan hingga malam hari waktu pengumuman.

Surabaya pun lalu mendapatkan kemenangannya sebagai Popular Online City. Ini adalah hasil kerja sama dengan semua pihak. Semua arek Surabaya dimanapun berada.

Kebersamaan dan gotong royong inilah yang membentuk Surabaya menjadi kota yang besar seperti sekarang. Tanpa hal ini, Surabaya tidak bisa usir penjajah. Tidak bisa pula jadi pemenang.

Oleh karena itu, semangat ini harus bisa terus dipertahankan. Dirgahayu Surabaya ke-728, semangat Kota Surabaya!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun