Mohon tunggu...
Titis Apdini
Titis Apdini Mohon Tunggu... -

Indonesian - http://apdini.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Komitmen untuk Hari Pangan

17 Oktober 2014   06:49 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:42 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1413477896832822374

Setiap tanggal 16 Oktober diperingati Hari Pangan Dunia yang ditetapkan oleh FAO (Food and Agriculture Organization). Apa yang spesial hari ini? Memang tidak ada peringatan besar atau upacara khusus seperti Hari Kemerdekaan, saya pun tidak berulang tahun hari ini, namun sejak tiga tahun terakhir saya merasa Hari Pangan adalah awal baru untuk memulai komitmen pribadi. Saya bukan ilmuwan di bidang pangan, tapi saya makan setiap hari seperti seluruh makhluk hidup lainnya. Sebagai bentuk kepedulian, harus ada aksi nyata, berikut komitmen pribadi saya untuk pangan:

1. Diet Kantong Plastik

Sejak akrab dengan isu lingkungan semasa duduk di bangku kuliah, mengurangi penggunaan kantong plastik adalah langkah sederhana yang bisa diterapkan oleh siapapun. Plastik adalah produk yang terbuat dari turunan minyak bumi dan tidak mudah terurai oleh alam. Saya juga bergabung dengan Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP twitter : @idDKP) awal tahun ini setelah mulai "diet" sejak tiga tahun lalu. Sebetulnya kebiasaan menyimpan dan memakai ulang kantong plastik sudah diajarkan orang tua sejak kecil, namun ada kalanya jarang diterapkan kalau tidak ada yang selalu mengingatkan. Ternyata semua hanya sulit pada awalnya. Kini saya telah terbiasa membawa tas belanja dan kotak makan untuk jajan.

Secara harfiah, makna kata diet ini tidak hanya berpengaruh pada pengurangan pemakaian kantong plastik namun juga pola makan. Dulu, saya suka jajan di pinggir jalan dan membungkus makanan dengan plastik. Sekarang, kalau tidak bawa kotak makan jadi berpikir ulang mau membungkus makanan atau mau tidak mau makan di tempat sampai habis. Selain itu, kotak makan juga sangat berperan untuk mejaga porsi yang kita konsumsi. Cocok sekali untuk yang sedang diet ketat. Jadi kalau saya beli makan untuk dibawa pulang, seringkali minta penjualnya memberikan porsi yang sesuai dengan perut sehingga tidak akan ada makanan yang dibuang sayang.

2. Tidak Membuang Makanan

Sejak kecil memang keluarga selalu berpesan untuk tidak menyisakan makanan dengan tambahan mitos katanya kalau membuang makanan nanti hewan peliharaannya mati. Bingung di mana hubungannya? Padahal kalau ada nasi sisa biasanya dimakan kucing atau ayam peliharaan. Kata Nenek nanti karma, jadi hewan peliharaan kita tidak mau makan lalu mati. Waktu masih kecil saya percaya lho dengan mitos itu, jadi terbawa sampai dewasa. Kuliah di kampus pertanian membuat saya tahu sulitnya petani menghasilkan bahan pangan. Selain itu, hidup sebagai anak kost membuat saya sadar betapa rugi membuang makanan. Ditambah lagi ajaran Nabi Muhammad SAW yang disunahkan untuk tidak menyisakan makanan di piring kita, lengkap sudah alasan untuk tidak membuang makanan.

Teman kantor saya pernah menjuluki saya Si Sapu Bersih karena hobi memakan apa yang masih ada di piring ketika yang lain sudah kenyang. Perkaranya bukan terletak pada daya tampung perut saya yang lebih besar, namun lebih pada sayang membuang makanan. Beberapa teman dekat juga sudah hafal pidato saya yang berkoar-koar ketika ada yang tidak menghabiskan makanan di piringnya. Kebiasaan membawa kotak makan ke mana-mana juga menguntungkan ketika ada acara seminar atau training di hotel dengan jamuan buffet, saya sering minta izin untuk bawa pulang makanan yang belum dimakan. Malu? Ah, yang penting tidak ada yang dibuang sayang.

3. Mendukung Pangan Lokal

Ini adalah komitmen yang saya mulai sejak hari ini, yeah!
Setelah mendapat kuliah tentang Organic Farming Practice in EU Countries, salah satu aspek produk organik adalah menggunakan input dari lokal untuk mengurangi emisi karbon. Misalnya sebuah peternakan ayam untuk menghasilkan telur atau daging organik selain harus memenuhi aspek manajemen dan teknis juga ada aturan yang mengikat peternak untuk menggunakan pakan lokal, tidak boleh impor. Aktivitas perdagangan antar negara disinyalir menjadi salah satu pemicu emisi karbon dari sektor transportasi. Isu ini memang menjadi polemik karena dikhawatirkan menekan pertumbuhan ekonomi, akan tetapi, menurut saya justru gerakan cinta produk lokal ini akan membantu mendorong perekonomian negeri sendiri.

Konsumsi pangan lokal yang saya maksud di sini bisa jadi ambigu maknanya. Tentu sebagai orang Indonesia, nasi adalah makanan utama yang sulit digantikan. Apa yang terjadi ketika kita hidup di luar negeri? Misalnya ketika sedang lanjut studi di Eropa, saya berusaha untuk eat locally dan beradaptasi dengan roti sebagai ganti nasi. Untunglah perut ini tidak terlau susah untuk urusan makanan. Latar belakang ilmu nutrisi yang dipelajari membantu saya memilih bahan pangan lokal yang memenuhi kebutuhan nutrisi sehari-hari.

Sekiranya komitmen ini berhasil dijalani selama setahun ke depan, rencananya akan saya tingkatkan untuk mulai mengonsumsi pangan organik. Saat ini, produk organik mulai banyak tersedia di pasaran. Harganya memang mahal, namun ada bentuk kepedulian terhadap lingkungan, kesejahteraan hewan, dan keanekaragaman hayati di balik pola hidup kembali ke alam.

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun