Mohon tunggu...
Titien Saraswati
Titien Saraswati Mohon Tunggu... Dosen - Guru Besar Arsitektur dan Lingkungan, Universitas Kristen Duta Wacana, Yogyakarta 55224. E-mail kantor: titiens@staff.ukdw.ac.id

Guru Besar Arsitektur dan Lingkungan, Universitas Kristen Duta Wacana, Yogyakarta 55224. E-mail kantor: titiens@staff.ukdw.ac.id

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Merawat Lingkungan dengan Gaya Hidup Vegetarian

28 Februari 2024   17:36 Diperbarui: 28 Februari 2024   17:43 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Tanaman/tumbuhan/vegetasi memproduksi O2 (oksigen) yang vital untuk hidup manusia. Udara akan lebih bersih, manusia lebih mudah bernafas. Udara akan lebih menyenangkan, tidak terlalu panas, dan lingkungan akan lebih baik untuk bangunan dengan ventilasi alam di Indonesia dan area tropis lainnya.

            Seperti tertulis di atas, dokter Ornish et al (1998) menemukan bahwa pasien-pasien dengan diet vegetarian rendah lemak pada kenyataannya terhindar dari penyakit jantung koroner. Sudah jelas, ini karena diet vegetarian rendah lemak jenuh, rendah kolesterol, dan mempunyai nutrisi tumbuhan yang lebih tinggi dari pada kebanyakan diet pemakan daging. Mereka menunjukkan mempunyai 24% risiko yang lebih rendah dari kematian akibat penyakit jantung dari pada yang non-vegetarian. 

Lebih lanjut menurut Prasasto Satwiko (Satwiko, 2012), mengatakan bahwa risiko penyakit jantung atau kardiovaskular untuk mereka yang pemakan daging dan juga merokok adalah 70%, sementara mereka yang diet pemakan tumbuhan risikonya hanya 14%.  

            Menurut aktivis untuk Lingkungan Yang Lebih Baik, McGrath (2020) virus corona dan perubahan iklim dapat dikategorikan sebagai "krisis dobel." Saat pandemi Covid-19 terjadi reduksi transportasi udara dan darat 50%, berarti ada penurunan karbon. Dunia telah mengurangi secara besar-besaran perjalanan, sehingga yang memukul emisi CO2 adalah reduksi perjalanan, baik melalui udara maupun darat. 

Dengan fakta ini, sangat mungkin sedikit daging dari peternakan atau industri daging telah ditransportasikan ke area lain, baik melalui udara maupun darat. Kemungkinan beberapa area mengalami kekurangan daging, juga produksi-produksi peternakan. Kemungkinan juga, orang-orang akan mengganti kebiasaannya ke plant-based diet atau mempunyai alternatif daging ke kedelai, sorgum, kacang-kacangan, kacang polong, dan seterusnya. 

Ketika produksi peternakan tidak ditransportasikan ke area lain, kemungkinan industri peternakan akan mengurangi produksinya. Ini menghasilkan pengurangan peternakan, pengurangan kotoran hewan ternak yang polutif pada tanah, pengurangan kentut dan sendawa dari ternak yang memproduksi CH4 (metana). Udara akan lebih baik tanpa -- atau meminimalkan -- adanya CH4.

            Karena adanya pengurangan transportasi udara maupun darat, CO2 juga akan berkurang. Sebenarnya, vegetarian tidak akan terpengaruh oleh pandemi Covid-19. Mereka malah menikmati bahwa keluarganya kemungkinan mengubah diet-nya, dan mereka juga bisa mengenalkan ke keluarganya untuk memulai urban farming. Urban farming dapat dilakukan pada kota-kota besar, maka kota akan menjadi lebih hijau. Produksi urban farming dapat dikonsumsi mereka sendiri, atau dijual. Anggota keluarga yang tidak menjalani gaya hidup vegetarian kemungkinan akan mengubah gaya hidupnya menjadi vegetarian atau diet plant-based.

            Pada University of Oxford, periset-periset pada tahun 2020 menemukan bahwa diet mengurangi daging dan produk-produk susu dapat mengurangi jejak karbon dari makanan 73%. Juga beberapa ilmuwan di dunia menemukan hal yang sama. Pada Loma Linda University, California, periset-periset menemukan bahwa vegetarian mempunyai jejak karbon paling kecil, menghasilkan 41,7% volume yang lebih kecil pada GRK daripada volume yang dihasilkan para omnivora.

            Sebaiknya dipikirkan dan dipertimbangkan kenyataan di atas, namun faktanya pemerintah kita tidak pernah mempertimbangkan  gaya hidup vegetarian dapat mengurangi GRK dan pemanasan global dalam keputusan-keputusannya. Ini membutuhkan pendekatan kutural untuk mengubah pola makan penduduknya. Karena lingkungan yang baik ialah yang tidak ada produksi gas berbahaya secara eksesif. Di sini, gas berbahaya ialah CH4, CO2, NO2 yang berkontribusi pada GRK dan pemanasan global. Gas berbahaya datang dari sapi, kambing/domba, babi, dan sejenisnya.

            Singkatnya, yang memungkinkan untuk merawat lingkungan yaitu melalui beberapa aspek gaya hidup vegetarian -- meski dampaknya tidak terlalu besar karena dilakukan oleh sedikit orang yang vegetarian, namun ini tetap penting -- dapat disimpulkan: tidak mengkonsumsi daging, tetapi mengkonsumsi plant-based diet, mengurangi pembantaian/penyembelihan binatang, mengurangi peternakan dan industrinya sehingga tidak ada gas berbahaya yang eksesif dari peternakan, kentut dan sendawa hewan ternak yang memproduksi gas metana (CH4) tidak akan membuat polusi udara dan bumi, juga mengurangi produksi peternakan dan industrinya ditransportasikan ke area/wilayah lain. 

Ketika lingkungan menjadi lebih baik, akan berpengaruh pada lingkungan binaan seperti lanskap, taman, kebun, bangunan, rumah-rumah, kemungkinan tidak perlu ada penyejuk udara buatan (AC) di Indonesia atau di wilayah tropis lainnya. Ini (vegetarianism) adalah satu dari sekian kategori untuk melawan pemanasan global yang tidak pernah dipertimbangkan oleh pengambil keputusan di Indonesia. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun