Mimpi di Bawah Langit Eropa
Dinda adalah seorang wanita muda yang sederhana dan pekerja keras. Ia tumbuh di sebuah desa kecil di kaki Gunung Slamet, di mana mimpi besar sering kali terkalahkan oleh kenyataan hidup. Namun, tidak bagi Dinda. Sejak kecil, ia bercita-cita untuk melanjutkan studi ke luar negeri, terutama ke Eropa, tempat ia membayangkan gedung-gedung tua bersejarah, perpustakaan megah, dan suasana akademik yang memacu pikirannya.
Dinda lulus dari universitas negeri di Yogyakarta dengan gelar di bidang teknik lingkungan. Selepas kuliah, ia langsung bekerja di sebuah perusahaan konsultan lingkungan di kota besar. Gajinya memang tidak seberapa, tetapi Dinda selalu menyisihkan 30% dari penghasilannya untuk tabungan. Setiap bulan, ia mencatat pengeluaran dengan teliti dan memangkas hal-hal yang dirasa tidak penting.
"Kenapa sih, Din, kamu hidup susah begini? Sesekali kan nggak apa-apa buat jajan atau beli baju baru," komentar Rini, teman sekantornya, suatu hari.
Dinda hanya tersenyum. "Aku punya tujuan, Rin. Aku ingin melanjutkan studi ke Eropa. Kalau bisa dengan beasiswa, tapi aku juga ingin punya tabungan sendiri sebagai cadangan."
Rini menggelengkan kepala. Baginya, mimpi Dinda terdengar terlalu besar, bahkan nyaris mustahil.
Setiap malam, setelah menyelesaikan pekerjaan kantor, Dinda meluangkan waktu untuk belajar. Ia mempersiapkan diri untuk tes IELTS, menulis esai untuk aplikasi beasiswa, dan mencari universitas yang sesuai dengan bidangnya. Bahkan di akhir pekan, ia mengambil pekerjaan sampingan sebagai tutor bahasa Inggris untuk anak-anak sekolah, menambah pundi-pundi tabungannya sedikit demi sedikit.
"Kamu nggak capek, Din?" tanya ibunya suatu malam saat mereka berbicara melalui telepon.
"Capek, Bu. Tapi aku yakin, semua ini akan terbayar," jawab Dinda sambil tersenyum, meski ibunya tidak bisa melihatnya.
Hari-hari berlalu, dan akhirnya, setelah dua tahun penuh perjuangan, Dinda mengirimkan aplikasi beasiswanya ke sebuah universitas ternama di Belanda. Ia juga menyiapkan tabungannya sebagai antisipasi jika beasiswanya tidak mencakup semua kebutuhan.