Mohon tunggu...
ATIK TAFRIKHAH
ATIK TAFRIKHAH Mohon Tunggu... Guru - Pegawai Negeri Sipil (PNS)

Guru SDN Ciseupan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Penyelenggaraan Pembelajaran di Masa Pandemi Covid-19 Tahun Ajaran 2021/2022

19 Juli 2021   10:29 Diperbarui: 19 Juli 2021   11:20 431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pandemi COVID-19 telah mengubah praktik pembelajaran, dari pembelajaran tatap muka menjadi pembelajaran jarak jauh. Kondisi tersebut telah membuat sejumlah peserta didik mengalami kehilangan kesempatan belajar (learning loss). Kehilangan kesempatan belajar (learning loss) tidak hanya dirasakan oleh peserta didik, tetapi juga dirasakan oleh satuan sekolah dan orangtua.

Sebagai guru, apa yang kita alami dan rasakan? Bedasarkan kondisi nyata di lingkungan sekitar kita yang memberikan gambaran mengenai pembelajaran pada masa pandemi COVID-19, Apakah kita merasakan keprihatinan yang sama?

Berdasarkan beberapa tayangan video dalam  Seri Panduan Pembelajaran Tahun Ajaran 2021/2022 didapatkan bahwa berbagai dampak telah terjadi pada pendidikan selama masa COVID-19.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menemukan data-data lapangan yang menunjukkan angka putus sekolah cukup tinggi terutama menimpa anak-anak yang berasal dari keluarga miskin. Terdapat lima penyebab anak putus sekolah selama Masa Pandemi COVID-19, yaitu menikah, menunggak SPP, bekerja, kecanduan game online, dan meninggal dunia.

Riset dari ISEAS Yusof Ishak Institute yang dirilis pasa 21 Agustus 2020 menunjukkan ketimpangan nyata di dunia pendidikan Indonesia selama Masa Pandemi Covid-19. Hampir 69 juta peserta didik kehilangan akses pembelajaran di era Pandemi COVID-19. Namun, di sisi lain banyak kelompok peserta didik dari kalangan keluarga mapan lebih mudah belajar jarak jauh. Ini adalah implikasi ketimpangan. Dampak pandemi yang dirasakan semakin berat, membuat pihak sekolah swasta menjerit mengeluhkan sulitnya menutupi kebutuhan operasional sekolah hingga membayar gaji guru-gurunya. Selama ini, mayoritas sekolah swasta berjuang memenuhi operasionalnya secara swadaya dengan mengandalkan pemasukan dari SPP. Di sisi lain, saat ini bagi banyak orangtua peserta didik yang tidak mampu membayar SPP terdampak pandemi.

Menurut catatan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), bosan, kesepian hingga stress dirasakan sejumlah pelajar selama proses Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Pada kasus-kasus ekstrim, depresi anak selama pandemi diduga berujung pada kasus bunuh diri.

Menurut survey yang diadakan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia terdapat lebih dari 3.200 anak SD hingga SMA pada Juli 2020 dan sebanyak 13 persen responden mengalami gejala-gejala yang mengarah pada gangguan depresi ringan hingga berat selama Masa Kenormalan Baru. Data yang diambil dengan mensurvei anak-anak di 34 provinsi itu menunjukkan persentase anak perempuan dengan gejala-gejala yang mengarah pada gangguan depresi lebih tinggi dibandingkan dengan anak laki-laki.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat sejumlah kasus kematian yang diduga terkait dengan depresi anak selama Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Pada November 2020, tepatnya 20 November 2020, KPAI mencatat ada seorang peserta didik kelas 12 di sebuah sekolah di Kabupaten Tangerang, yang dirawat di salah satu rumah sakit lalu dirujuk ke RSJ Grogol, Jakarta Barat karena diduga mengalami depresi. (Sumber: KPAI). Menurut KPAI, keluarga menduga peserta didik itu depresi karena banyaknya tugas belajar daring selama Pandemi COVID-19.

Dari kumpulan berita tersebut dapat kita kategorikan dampak COVID-19 dalam pendidikan pada empat kategori, yaitu selain peserta didik mengalami kehilangan kesempatan belajar akibat kesenjangan pendidikan, persoalan mental peserta didik selama Belajar Dari Rumah (BDR), ancaman putus sekolah, dan sekolah yang berhenti beroperasi semakin menambah angka kehilangan kesempatan belajar.

Dari penjelasan di atas, dapat kita simpulkan bahwa selama Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ), peserta didik dituntut menguasai konten dengan berbagai tugas yang menumpuk tanpa memahami konteks yang relevan dengan kehidupan sehari-hari. Segala upaya dilakukan oleh guru agar target pembelajaran tercapai yang akhirnya memaksa peserta didik untuk dapat menyelesaikan tujuan pembelajaran tanpa mengetahui bahwa peserta didik tersebut belum atau bahkan tidak paham terhadap materi pembelajaran yang dipelajari. Dampak yang dialami peserta didik ini yang menjadi bahan evaluasi untuk mengkaji ulang pelaksanaan pembelajaran di Masa Pandemi COVID-19.

Apakah benar praktik pembelajaran seperti itu yang diharapkan Indonesia?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun