Mohon tunggu...
Tirta Handini Pangestuti
Tirta Handini Pangestuti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional UPN Veteran Yogyakarta

Don't end your chapter, there's still more pages to your story

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Tuntut Prancis Tarik Pasukan dari Negaranya, Burkina Faso Beralih Gaet Rusia sebagai Mitra?

24 Januari 2023   11:01 Diperbarui: 24 Januari 2023   11:09 664
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: OLYMPIA D MAISMONT/AFP/GETTY IMAGES

Badan informasi Burkina Faso, Agence d'Information du Burkina (AIB) pada Jumat 20 Januari 2023 melaporkan bahwa pemerintah militer Burkina Faso telah menuntut Prancis agar menarik pasukannya dari negaranya.

Pemerintah militer Burkina Faso mengecam kehadiran angkatan bersenjata khusus Prancis di wilayahnya. Mereka memberikan tenggat waktu satu bulan untuk Prancis melakukan penarikan pasukan dari wilayah Burkina Faso.

Diketahui 400 pasukan militer khusus asal Prancis masih berada di Burkina Faso. Pasukan ini ditugaskan untuk membantu Burkina Faso memerangi militan Islam yang memiliki keterkaitan dengan al-Qaeda dan Islam State.

Tuntutan penarikan pasukan ini juga diwarnai dengan aksi unjuk rasa. Pada Jumat, 20 Januari lalu masyarakat di Ibu Kota Burkina Faso, Ouagadougou turun ke jalan untuk melakukan aksi unjuk rasa.

Selain memprotes keberadaan pasukan militer khusus Prancis di negaranya, para pengunjuk rasa juga menuntut Duta Besar Prancis untuk meninggalkan Burkina Faso. Selain itu, para pengunjuk rasa menuntut agar pangkalan militer Prancis di Burkina Faso ditutup.

Para pengunjuk rasa turun melakukan aksi sembari membawa slogan-slogan seperti "Tentara Prancis keluar dari rumah kami" dan "Persahabatan Burkina Rusia". Beberapa pengunjuk rasa juga membawa bendera Burkina Faso dan Rusia dalam aksi mereka.

Sejak militer yang baru merebut kekuasaan pada bulan September tahun lalu, aksi unjuk rasa terhitung telah terjadi beberapa kali. Aksi tersebut merupakan aksi penuntutan bagi kepergian duta besar dan pasukan militer Prancis dari Burkina Faso.

Hubungan antara Burkina Faso dengan Prancis memang disebut memburuk pada beberapa bulan terakhir. Sentimen agar Burkina Faso lebih dekat ke Rusia juga santer terdengar di negara tersebut.

Kini Burkina Faso juga disebut mulai menunjukkan tanda-tanda peralihan mitra dari Prancis ke Rusia.

Setelah pertemuan antara Perdana Menteri Burkina Faso, Apollinaire Joachim Kyelem de Tembela dan Duta Besar Rusia berlangsung, Kyelem de Tembela mengeluarkan beberapa pernyataan seperti "Rusia adalah pilihan yang masuk akal dalam dinamika ini" dan "Kami pikir kemitraan kami (Burkina Faso & Rusia) harus diperkuat".

Sebelumnya pada Desember tahun lalu, bahkan Presiden Ghana Nana Akufo-Addo sempat menuduh bahwa pemerintah militer Burkina Faso menyewa tentara bayaran swasta asal Rusia "Wagner".

Pemimpin negara tetangga Burkina Faso tersebut menuduh pemerintah militer Burkina Faso mempekerjakan Wagner untuk melawan kelompok bersenjata dengan tambang emas sebagai imbalannya.

Tuduhan yang dilontarkan oleh pemimpin Ghana ini sontak menimbulkan ketegangan antara Burkina Faso dan Ghana. Bahkan Burkina Faso menarik duta besarnya dari Ghana karena peristiwa ini.

Wagner adalah tentara bayaran Rusia yang disebut masih memiliki kedekatan dengan Presiden Rusia Putin. Keberadaan Wagner yang disebut memiliki peluang untuk memperluas pengaruhnya di Afrika disambut dengan kekhawatiran oleh Barat.

Kekuatan Barat seperti Prancis dan Amerika Serikat menyebut keberadaan Wagner di Afrika adalah guna mengeksploitasi sumber daya mineral di kawasan tersebut. Wagner juga dituduh melakukan pelanggaran HAM di negara tempatnya beroperasi.

Selain itu, tentara bayaran Wagner dianggap tidak meninggalkan perdamaian berkelanjutan di negara tempat operasinya. Wagner juga dikhawatirkan akan digunakan sebagai alat untuk melakukan pergantian rezim.

Burkina Faso yang memang diketahui memiliki masalah terkait kelompok bersenjata yang sama dengan negara tetangganya, Mali. Selaras dengan Mali, Burkina Faso juga sedang dipimpin oleh kelompok militer yang berhasil menggulingkan kekuasaan. Junta militer Burkina Faso memimpin negara itu dengan janji akan meningkatkan keamanan negara.

Mali yang terlebih dahulu memutuskan untuk menyewa Wagner demi memerangi kelompok bersenjata membuat Mali jatuh ke dalam keterasingan dari sekutu regional maupun Barat. Hal inilah yang membuat pasukan militer Prancis menarik diri dari Mali beberapa waktu lalu.

Prancis sendiri merupakan bekas kekuatan kolonial yang sempat menguasai Afrika atau khususnya Burkina Faso selama 64 tahun (1896 hingga 1960). Awalnya Prancis kembali menginjakkan kaki ke kawasan Sahel Afrika pada tahun 2013 atas permintaan Mali.

Kala itu, pasukan militer khusus Prancis meluncurkan sebuah misi yang dikenal dengan nama "Operasi Serval". Operasi Serval adalah sebuah operasi darat dan operasi udara yang dalam operasinya telah mengantongi izin dari Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk melawan militan Islam di Mali.

Misi perlawanan terhadap militan Islam tersebut kemudian digantikan oleh Operasi Barkhane pada. Operasi Barkhane adalah operasi anti-teror Prancis yang skalanya lebih luas. Operasi tersebut menargetkan militan Islamis di seluruh Sahel, termasuk Mali dan Burkina Faso.

Namun pada Februari 2022, pasukan militer Prancis mulai ditarik dari Mali karena Mali menyewa Wagner. Kala itu, sebagian dari mereka tetap berada di Burkina Faso.

Sentimen "anti-Perancis" sendiri mulai santer terdengar setelah Traor mengambil alih kursi kekuasaan.

Pada 2022 di Burkina Faso terjadi dua kali penggulingan kekuasaan. 

Januari 2022, militer Burkina Faso menggulingkan mantan Presiden Burkina Faso, Roch Kabor serta membubarkan jajaran pemerintah dan parlemen. Militer Burkina Faso juga menangguhkan konstitusi dan menutup perbatasan. Kemudian, Letnan Kolonel Paul-Henri Sandaogo Damiba kemudian diangkat sebagai pemimpin baru Burkina Faso.

Namun ternyata, Damiba tidak lama duduk di kursi kepemimpinannya. Pada Oktober 2022, lagi-lagi terjadi kudeta di Burkina Faso. Kali ini, Kapten Angkatan Darat Ibrahim Traor yang diangkat sebagai pemimpin baru Burkina Faso..

Sumber: Reuters, CNN, Al Jazeera, VOA, dan AFP News Agency.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun