sebelum ayam jago terbangun dari tidur, ibu telah di dapur menyiapkan sarapan untuk kami.
pertama, ia merebus usus kecil miliknya. Menunggu matang, diiris tipis-tipis selaput otaknya.
Lalu menumbuk jantungnya dalam ulekan bersama dengan bawang putih, kemiri serta lada hitam.
Lalu kedua bahan tersebut dicampur dalam satu wadah sehingga menjadi gumpalan daging yang berwarna segar. Tak lupa diberi perasan bola mata ke daging, lalu dimasak di oven selama tiga puluh menit.
ibu memerah susu kanannya (karena yang kiri terkena kanker),
memanaskan susu tersebut kemudian mengambil pisau daging untuk memotong jarinya, lalu kedua bahan itu diaduk dalam gelas tinggi hingga terisi setengah. ibu mengiris telinga miliknya hingga mengucurkan darah, lalu darah tersebut dituangkan ke dalam gelas, membuat gelas tersebut berwarna merah muda. Setiap pagi ia harus menyiapkan minuman tersebut untuk ketujuh anaknya.
kuah usus kecil telah mendidih, ibu memasukkan bubuk abu tulang iga miliknya yang jauh-jauh hari telah dikremasi sebagai penyedap rasa. Lalu ibu mencabut gigi taring miliknya, dan memasukkan pula irisan lidah, potongan kuku kaki, minyak tulang rusuk, bibir yang telah disobek-sobek, serta sedikit keringat miliknya untuk menegaskan rasa kuah sup tersebut.
bersamaan dengan dituangkan sup ke mangkuk putih, telah matang pula daging di oven. Maka ditiriskan pula pada piring putih, merasa ada yang kurang kedua makanan tersebut, ibu mengambil parut, kemudian memarut wajahnya sekuat tenaga, lalu sebuk-serbuk darah tersebut menjadi pelengkap untuk kedua masakan miliknya.
terakhir disajikan hasil jerih payahnya itu di atas meja. Yang kadang tidak kami habiskan.
Maret, 2021