Mohon tunggu...
Tirta Adithiya nugraha
Tirta Adithiya nugraha Mohon Tunggu... Lainnya - sedikitpi mahanganggur

bercita - cita menjadi elit global dan penerbang roket

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Sajak: Abu Celanamu

10 Januari 2021   13:42 Diperbarui: 10 Januari 2021   13:44 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

dari Persona kepada Lan

Bau abu celanamu masih menggelitik
Hidungku. Tercium seperti matahari
Yang gosong bercampur asam kulitmu.

Ada rindu disana, di roda bermesin,
Kita berdua. Beberapa lama,
Aku seperti tak mengenal jalan raya
Karena punggungmu dan lekuk - lekuk
Himalaya mencuat dari kerah
Bajumu.

Saat 'ku sibuk terbenam pada dunia,
Tirus dagumu mencoba mencari wajahku.
Membuka kamar percakapan kita berdua
Yang melaju pada debu dan gerah matahari.

Abu celanamu, menjamah lembut wajahku.
Di pinggir jalan, kuah menggenang mengumpulkan
Kenangan. Satu sendok, dua sendok, tiga sendok
Ditambah irisan jeruk nipis membuatmu
Menggeleng kepala dan mengetuk dahi.

Hei. Katamu. Jaga kesehatanmu.
Jaga kesehatanku?
Benar. Untuk masa depan kita.
Masa depan kita?
Yah. Kita.

Jarang sekali kulihat senyummu tanpa jenaka,
Tanpa kegilaanmu, tanpa sinismu
Melihat menor rias wajahku. Senyum
Dirimu adalah celana abumu menenggelamkan ku
Jauh, jauh dalam
Mengenang.

Hingga tiga tahun seperti lilin
Kehabisan sumbu. Habis terang
Gelap masa depan. Mata pelajaran
Telah usai berganti pita terkalung
Dan medali di dada kita.

Celana abumu berganti putih
Tatapanmu. Putih senyumku.
Putih, benang takdir

Kita.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun